Nabi Dawud as. adalah generasi ke-13 dari keturunan Nabi Ibrahim. Dawud termasuk keluarga Bani Israil. Setelah Nabi Musa wafat, Bani Israil tidak memiliki raja atau pemimpin yang tegas dan mulia, sehingga selama bertahun-tahun semua urusan dan pemerintahan di pegang oleh para hakim.
Pada masa kekuasaan para hakim, Bani Israil diliputi kehinaan, kerendahan, keterbelakangan dan menjadi bangsa yang selalu menjadi bulan-bulanan bangsa lain.
Keadaan ini akhirnya mendorong pemuka-pemuka Bani Israil menghadap Samuel — ia seorang hakim— meminta untuk dipilihkan seorang raja, yang dapat mempersatukan rakyat untuk memerangi musuh. Samuel mengetahui karakter kaumnya, maka ia bertanya kepada mereka, “Bila nanti diwajibkan atasmu berperang, kamu pasti tidak mau berperang?” Mereka mengingkari hal itu dan berkata, “Bagaimana mungkin kami tidak mau berperang untuk mengembalikan hak-hak kami, sedang para musuh telah mengusir kami dari negeri kami, mereka telah memisahkan kami dari anak-anak kami!”
Ternyata benar apa yang diduga Samuel. Ketika Allah memnuhi keinginan mereka dan mewajibkan berperang, ternyata mereka menolak dan enggan berperang, kecuali sekelompok kecil. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an:
“Tidakkah kamu perhatikan para pemuka Bani Israil setelah Musa wafat, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, ‘Angkatlah seorang raja untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah.’ Nabi mereka menjawab, ‘Jangan-jangan jika diwajibkan atasmu berperang, kamu tidak akan berperang juga?’ Mereka menjawab, ‘Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan kami telah diusir dari kampung halaman kami dan (dipisahkan dari) anak-anak kami? Tetapi ketika perang itu diwajibkan atas mereka, mereka berpaling, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.’” (QS. Al-Baqarah/2: 246)
Kemudian Samuel memberitakan kepada Bani Israil, bahwa Allah mengabulkan keinginan mereka dan mengangkat Thalut sebagai rajanya. Bani Israil tidak mau menerima keterangan nabinya, seraya katanya, “Bagaimana Thalut akan menjadi raja kami, dia lebih rendah dari kami, sedangkan kami mempunyai kekayaan yang melimpah-limpah.”
Kemudian Thalut tetap menjadi raja, dan setelah menjadi raja keluarlah Thalut bersama bala tentaranya untuk memerangi orang-orang durhaka (Jalut). Di kala itu Thalut berkata, “Kita akan melewati sebuah sungai, dengan sungai itu Allah akan menguji kamu, untuk membedakan mana yang taat dan yang ingkar. Maka barang siapa yang tidak minum air sungai itu ia termasuk pengikutku, dan siapa yang minum air itu mereka tidak termasuk orang-orang yang beriman.”
Kemudian apa yang terjadi? Mereka minum air sungai itu, karena mereka sangat haus. Sedangkan yang beriman tetap patuh tidak minum air itu, kecuali seteguk saja sebagai pelepas haus.
Sewaktu Thalut melewati sungai itu dan telah dekat untuk berperang, mereka yang tipis imannya mundur dari medan perang dan yang kuat imannya kepada Allah tiada takut sedikit pun berhadapan dengan musuh yang kuat walaupun mereka hanya sedikit. Firman Allah dalam Al-Qur'an:
“Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah/2: 249)
Dalam peperangan ini Jalut mati terbunuh oleh salah seorang bala tentara yang bernama Dawud, kemudian tentara Jalut menyerah, dan Dawud diangkat menjadi raja.
|
Makam Nabi Dawud as. |
Mukjizat Nabi Dawud as.
Nabi Dawud as. terkenal dengan suaranya yang merdu dan tak ada yang menandinginya. Inilah karunia dan rahmat Allah yang dicurahkan kepada Dawud, dan inilah mukjizat yang dimiliki Nabi Dawud as.
Karena bagusnya suara beliau, maka jika ia membaca kitab Zabur dengan nyanyian yang merdu, maka jika terdengar oleh orang-orang yang sakit menjadi sembuhlah mereka, juga air dan angin pun menjadi tenang, burung-burung serta bukit-bukit turun memuji Allah. Demikian pula besi dapat menjadi lunak dan ia dapat membuat benda-benda yang bermacam-macam yang ia kehendaki dengan izin Allah. Firman Allah dalam Al-Qur'an:
“Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “Wahai gunung-gunung dan burung-burung! Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud.” Dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Saba'/34: 10-11)
Kitab sucinya ialah Zabur, sebagaimana firman Allah:
“Dan sungguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian nabi-nabi atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.” (QS. Al-Isra’/17: 55)
Beliau meninggal dalam usia 100 tahun lebih 6 bulan, dan dimakamkan di Baitulmaqdis.
Wallahu A’lam
Sumber : Buku “Riwayat 25 Nabi dan Rasul”