Ketahuilah, dengan kitab ini aku ingin menunjukkan kepadamu permulaan-permulaan hidayah, agar engkau melatih hawa nafsumu dengan mengamalkan seluruh isinya, agar mengukur kebenaran pengakuanmu dengan mengistiqamahkan kandungan dan tuntunannya, dan agar menguji hatimu di dalam mengimplementasikan seluruh ilmunya. Jika engkau mendapatkan hatimu tertarik kepada permulaan hidayah yang akan aku jelaskan dalam kitab ini, atau engkau mendapatkan motivasi yang tinggi karena membacanya dan hawa nafsumu tunduk serta menerimanya, maka bergegaslah engkau untuk mendaki bukit-bukit hidayah, agar engkau segera mencapai puncaknya.
Menyelamlah di dalam berbagai lautan ilmu agar engkau menemukan berbagai rahasianya. Namun apabila engkau mendapatkan hatimu menunda-nunda di dalam mengamalkan isinya, padahal ia berkali-kali selalu mendengar ajakan untuk berbuat kebaikan, maka ketahuilah bahwa nafsu yang mengajak menuntut ilmu tersebut, adalah nafsu jelek yang mengajak menuntut ilmu hanya demi memuaskan kepentingan syahwat belaka, dan semangat yang telah ia tampakkan hanyalah demi menuruti bisikan setan yang terkutuk saja. Berhati-hatilah, karena pada akhirnya ia akan menjeratmu dengan tali tipuannya lalu ia akan menjerumuskan dirimu ke dalam jurang kerugian. Sadarlah, bahwa dia telah bermaksud menawarkan kepadamu keburukan dalam merk dan label kebaikan, dan sedang mempromosikan kesalahan dalam tampilan kebenaran. Semua itu ia lakukan dengan gigih kepadamu agar ia mampu menipumu tanpa engkau sadari, sehingga ia dapat memasukkan dirimu ke dalam golongan orang-orang yang merugi sementara engkau merasa beruntung, sebagaimana firman Allah :
“Katakanlah (Muhammad), ‘Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?’ (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaikbaiknya.” (QS. Al-Kahf/18: 103-104)
Sadarilah bahwa ketika melakukan penyesatan tersebut, setan akan selalu membisikkan dan mendengungkan kepadamu berbagai keutamaan ilmu dan keagungan derajat para ulama, ia selalu menyuarakan di telingamu berbagai keterangan yang menjelaskan kemuliaan ilmu dan para ahlinya atau dengan kalimat-kalimat lainnya. Sementara itu, ia melalaikan kesadaranmu dari hadis-hadis yang menjelaskan bahaya orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya. Ia melupakan dirimu dari sabda Rasulullah berikut ini:
“Barang siapa yang bertambah ilmu, namun tidak bertambah hidayah (amal) maka ia bertambah jauh dari Allah .”
Ia melalaikan dirimu dari sabda Rasulullah berikut ini:
“Manusia yang paling pedih siksanya di hari kiamat adalah orang alim (ulama) yang tidak bermanfaat ilmunya.”
Dia melalaikan dirimu dari sabda Rasulullah yang mengandung doa berikut ini:
“Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, amal yang tidak terkabul, dan dari doa yang tidak didengar (di sisi Allah ).”
Dan ia juga melupakan dirimu dari sabda Rasulullah berikut ini:
“Ketika aku isra’ dan mi’raj aku melihat segolongan manusia yang bibir mereka dipotong-potong dengan gunting dari neraka. Aku bertanya, “Siapa kalian? Mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang memerintah kebaikan tetapi kami tidak melaksanakannya dan kami melarang keburukan tetapi kami justru melakukannya.’”
Wahai saudaraku, orang yang tidak mempelajari ilmu agama pastilah akan celaka, begitu pula orang yang alim tetapi tidak mengamalkan ilmunya, dia akan lebih celaka seribu kali lipat. Oleh karenanya, hati-hatilah! Jangan engkau tunduk pada tipu daya setan karena ia akan membelenggumu dengan tali tipuannya dan akan mencelakakan dirimu dengan cara buruknya.
Kemudian ketahuilah bahwa sesungguhnya para ahli ilmu (baik para santri, kiai, ulama, ustadz dan kaum intelek lainnya), di dalam belajar, mengajar dan menyebarkan ilmu, terbagi menjadi tiga kelompok:
Pertama:
Yaitu kelompok orang-orang yang mencari ilmu agama untuk menjadikan ilmu tersebut sebagai bekalnya menuju akhirat, ia tidak bertujuan apa pun kecuali mencari ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat. Kelompok ini adalah yang paling beruntung di antara kelompok yang lain.
Kedua:
Yaitu kelompok orang-orang yang mencari ilmu agama sebagai alat di dalam meraih kesenangan duniawi, untuk mendapatkan kemuliaan dan pujian manusia serta untuk mendapatkan kedudukan, harta dan kemewahan. Walaupun begitu, mereka mengetahui dan menyadari bahwa maksud itu adalah salah dan menjadi tanda buruknya niat, mereka juga mengakui bahwa di dalam hatinya terdapat maksud yang kotor serta tujuan yang sangat murahan. Kelompok ini termasuk golongan yang mengkhawatirkan. Mereka di antara dua kemungkinan. Yang pertama; apabila ajal menjemput mereka, sebelum mereka sempat bertobat, maka dikhawatirkan bagi mereka akhir yang buruk (su’ul khatimah) dan nasib mereka di hari kiamat terserah kepada kehendak Allah. Kedua, jika ia menerima taufiq (pertolongan untuk bertobat) sebelum datangnya ajal lalu ia mampu beramal sesuai dengan ilmunya dan menyesali segala kekurangannya di masa yang lalu, maka baginya terdapat harapan besar bahwa suatu saat ia akan digabungkan dengan orang-orang yang beruntung. Berdasarkan sabda Rasulullah :
“Orang yang bertobat dari dosa, (maka diampuni segala dosanya) seperti orang yang tidak mempunyai dosa.”
Ketiga:
Yaitu kelompok orang-orang yang mencari ilmu agama sebagai alat untuk menumpuk harta, untuk berlaku sombong dan mengejar kedudukan. Dia merasa paling hebat karena banyaknya pengikut serta memperalat ilmunya untuk meraih setiap tujuan dunia. Sementara dengan semua kesalahan itu, semua keburukan itu, ia merasa memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Karena ia merasa berpakaian dengan pakaian ulama, dan bergaya dengan gaya mereka, baik di dalam ucapan maupun formalitas, ditambah lagi dengan kegilaan mereka kepada dunia yang fana. Secara zhahir maupun batin, dalam sudut pandang apa pun, kelompok ini adalah kelompok orang-orang celaka dan bodoh yang tertipu dengan perasaan bangga kepada diri sendiri. Kelompok ini harapan tobatnya telah terputus, karena mereka tidak merasa bersalah bahkan mereka berprasangka bahwa mereka adalah orang-orang yang telah berbuat kebaikan. Mereka lupa terhadap firman Allah :
“Wahai orang-orang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff/61: 2-3)
Mereka itu juga termasuk golongan ulama su’ (ulama jelek) yang dikhawatirkan bahayanya untuk umat, oleh Rasulullah sebagaimana dalam sabda beliau:
“Ada sesuatu yang lebih aku takuti fitnahnya untuk kalian daripada dajjal, para sahabat bertanya, ‘Apa itu wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Para ulama yang jelek’.”
Hal demikian itu alasannya ialah karena dajjal telah jelas statusnya, nyata kesalahannya dan dengan gamblang diketahui penyesatannya. Lain halnya dengan para ulama jelek ini, mereka mengajak manusia berpaling dari dunia dengan lisan dan ucapan, sedang dalam tindakan dan perilaku mereka mengajak manusia untuk mencintai dunia. Padahal pengaruh bahasa sikap lebih tajam daripada pengaruh bahasa lisan, dan juga watak manusia akan lebih mudah mengikuti perbuatan daripada mengikuti perkataan. Akibatnya, kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka lebih banyak daripada kebaikan-kebaikan yang ditimbulkan oleh perkataan-perkataan mereka.
Sebab, masyarakat awam (tidak berilmu) tidak akan berani mencintai dunia, kecuali akibat dari keberanian para ulama su’ (ulama jelek) di dalam mencintainya. Sehingga ilmu mereka telah menjadi sebab atas keberanian masyarakat untuk melanggar hukum-hukum Allah. Lebih fatal lagi, di atas semua itu nafsu mereka yang bodoh selalu mengajak mereka untuk berangan-angan yang tinggi di sisi Allah, mendorong mereka kepada perasaan telah berjasa kepada-Nya dengan ilmu mereka, dan hawa nafsu mereka menggambarkan kepada mereka bahwa mereka lebih baik dari kebanyakan manusia.
Oleh karena itu, jadilah engkau orang yang termasuk dalam kelompok pertama dan berhati-hatilah, jangan sampai engkau termasuk di dalam kelompok kedua! Janganlah engkau menunda-nunda tobatmu! Berapa banyak mereka yang sering menunda-nunda akhirnya meninggal dunia sebelum dia bertobat, maka celakalah dia dan terputuslah seluruh harapannya.
Dan awas! Jangan sampai engkau termasuk kelompok yang ketiga, karena dengan menjadi anggota kelompok ini engkau akan merugi dengan kerugian yang tiada menyisakan kesempatan untuk berbenah lagi, bahkan engkau akan celaka dengan kerugian yang tidak diharapkan keberuntungannya lagi. Golongan ini tidak dapat ditunggu kebaikannya untuk selama-lamanya.
Jika engkau bertanya, “Lalu apakah permulaan hidayah itu? Tunjukkan kepadaku, agar aku dapat menguji nafsuku dengan mengamalkannya…!” Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya permulaannya adalah takwa kepada Allah secara lahiriyah dan puncaknya adalah takwa kepada-Nya secara batiniyah. Yakinlah bahwa tiada keberuntungan yang hakiki dan abadi kecuali dengan ketakwaan sebagaimana tiada hidayah yang sejati kecuali bagi orang-orang yang telah bertakwa dengan sebenar-benarnya.
Adapun takwa secara definitif, sebagaimana keterangan para ulama ialah, “Perwujudan dari melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya dengan konsisten yang sebenar-benarnya.”
Inti takwa meliputi dua bagian; Pertama yaitu melaksanakan segala perintah Allah dan kedua adalah menjauhi segala larangan-Nya.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya perintah-perintah Allah terbagi menjadi dua, pertama wajib dan kedua sunnah. Perintah yang wajib adalah modal pokok yang sama sekali tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apa pun, dengan melakukannya perdagangan akhiratmu akan berjalan dan dengannya pula engkau akan mendapatkan keselamatan. Adapun sunnah adalah ibadah plus atau amal tambahan, dengan menjalankannya engkau akan memperoleh keberuntungan dan engkau akan meraih derajat-derajat yang tinggi di sisi Allah . Disebutkan dalam hadis qudsi:
“Rasulullah bersabda, ‘Allah berfirman: ‘Amal ibadah hamba-Ku yang paling cepat mendekatkannya kepada-Ku adalah amal ibadah wajib yang telah Aku wajibkan atas mereka, dan jika hamba-Ku selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan berbagai amal sunnah maka Aku akan mencintainya, jika Aku telah mencintainya, maka ia akan mendengar dengan kekuatan pendengaran-Ku, dia akan melihat dengan kekuatan penglihatan-Ku, dia akan berbahasa dengan kekuatan firman-Ku, dia akan menggerakkan tangannya sesuai dengan keridhaan-Ku dan kakinya pun akan melangkah dengan kekuatan dari-Ku’.”
Wahai saudaraku yang gemar menuntut ilmu dan ingin dekat dengan Allah, sungguh engkau tidak akan mampu menjalankan perintah-perintah Allah kecuali setelah engkau mampu menjaga hatimu dan anggota badanmu dari kelalaian kepada-Nya di dalam setiap waktu, yaitu pada setiap detik dan setiap nafasmu, dari mulai waktu pagi hingga sore hari. Ketahuilah, bahwa Dia Maha Melihat hatimu, mengawasi dengan dekat dan kuat seluruh lahiriyah dan batiniyahmu. Dia mengintai setiap kedipan matamu, mendengar setiap bisikan hatimu, menulis setiap langkah kakimu, dan Dia selalu melihat seluruh diam dan gerakmu. Sesungguhnya engkau di saat-saat bergaul dengan manusia dan di saat-saat menyendiri dari mereka selalu mondar-mandir di hadapan tatapan Allah, karena tidak ada sesuatu pun dari dalam dirimu atau sesuatu pun yang ada di alam semesta ini, baik alam nyata maupun alam ghaib, yang bergerak ataupun yang diam, kecuali Allah. Maha Mengetahuinya. Dialah Dzat yang menggenggam langit dan bumi dengan segala isinya. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada serta mengetahui yang rahasia dan yang lebih tersembunyi.
Maka beradablah engkau wahai saudaraku di hadapan keagungan-Nya dan sadarilah penglihatan-Nya kepadamu dalam setiap keadaan, baik secara lahir maupun secara batin. Bersikaplah kepada-Nya sebagaimana adab seorang hamba yang hina dan banyak berbuat salah saat berada di hadapan raja yang perkasa dan menguasai segalanya. Berusahalah agar Rabb-mu tidak melihatmu di tempat yang dilarang oleh-Nya dan berusahalah agar Dia tidak kehilangan jejakmu di dalam tempat-tempat yang diridhai-Nya.
Lalu ketahuilah bahwa engkau tidak akan mampu menjaga dhahir dan batinmu agar selalu dalam keadaan yang diridhai oleh Allah kecuali dengan mengatur waktu dengan baik dan disiplin. Engkau harus rajin membaca hizib dan wiridmu di waktu pagi dan sore serta melanggengkan dirimu dengan berbagai kegiatan ibadah serta ketaatan secara rutin, baik di waktu siang atau di waktu malam, dari saat bangun tidur hingga engkau akan tidur kembali. Perhatikanlah hal-hal itu dan amalkanlah sesuai perintah-perintah Allah .
Sumber : Muqadimah Kitab Bidayatul Hidayah