Nabi Yusuf adalah putra Nabi Ya‘qub dari istri yang bernama Rahil binti Laban. Ia sangat disayangi oleh ayahnya, melebihi saudarasaudaranya yang lain. Oleh karena itu, saudara-saudaranya merasa dengki kepada Yusuf.
Pada suatu hari Nabi Yusuf bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan semuanya bersujud kepadanya, dan mimpinya disampaikan kepada bapaknya, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:
“(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, ‘Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku.’ Dia (ayahnya) berkata, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.’” (QS. Yusuf/12: 4-5)
Kasih sayang Nabi Ya‘qub kepada Yusuf dan adiknya Bunyamin tampaknya tidak dapat ditutup-tutupi lagi, demikian pula kedengkian dan kebencian saudara-saudara Yusuf kepadanya juga sangat nampak. Kasih sayang Nabi Ya‘qub kepada Yusuf dan adiknya sebetulnya wajar, karena Yusuf dan Bunyamin ditinggal ibunya yang bernama Rahil, yang meninggal dunia sawaktu melahirkan Bunyamin. Karena kematian ibunya inilah, maka bapaknya (Nabi Ya‘qub) sangat mencintai kedua anak ini, yaitu Yusuf dan Bunyamin. Apalagi setelah Nabi Ya‘qub mendengar dan mengetahui akan mimpi Yusuf ini, semakin bertambah cintanya dan semakin bertambah pula pengawasannya untuk keselamatan Yusuf dan adiknya. Hal ini menyebabkan bertambah kebencian dan kedengkian saudara-saudaranya terhadap Yusuf dan adiknya.
Saudara-saudara Yusuf Bermusyawarah
Pada suatu hari mereka yang membenci dan dengki kepada Yusuf berkumpul dan bermusyawarah, untuk mengemukakan perasaan mereka masing-masing, atas perlakuan bapaknya yang dianggap oleh mereka tidak adil kepada anak-anaknya. Dalam musyawarah ini hanya Bunyamin sajalah yang tidak diajak, karena Bunyamin ini saudara kandung Yusuf. Dalam musyawarah ini diputuskan oleh mereka agar Yusuf dibuang saja. Dalam hal ini diterangkan dalam Al-Qur'an:
“Mereka berkata, ‘Wahai ayah kami! Mengapa engkau tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami semua menginginkan kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia bersenang-senang dan bermain-main, dan kami pasti menjaganya.’ Dia (Ya‘qub) berkata, ‘Sesungguhnya kepergian kamu bersama dia (Yusuf) sangat menyedihkanku dan aku khawatir dia dimakan serigala, sedang kamu lengah darinya.’ Sesungguhnya mereka berkata, ‘Jika dia dimakan serigala, padahal kami kelompok (yang kuat), kalau demikian tentu kami orang-orang yang rugi.’” (QS. Yusuf/12: 11-14)
Karena desakan putra-putranya itu kepada ayahnya untuk membawa Nabi Yusuf pergi sangat kuat sekali dengan alasan yang kuat pula, maka diizinkan juga oleh ayahnya. Setelah mereka pergi bersama-sama dengan Yusuf, maka mereka telah sepakat hendak memasukkan Yusuf ke dalam sumur. Perbuatan mereka dilaksanakan pula, namun Tuhanlah Yang Mahaadil yang membuka rahasia atas perbuatan mereka itu.
Setelah mereka melaksanakan niat jahatnya itu, lalu mereka pulang kembali ke rumahnya, hari pun sudah petang. Mereka datang terus menghadap ayahnya seraya menangis sambil berkata, “Hai bapak kami, bahwasanya kami telah pergi bermain-main dan kami tinggalkan Yusuf dekat barang-barang kami. Tiba-tiba datanglah seekor serigala, lalu Yusuf dimakannya, dan mungkin engkau tidak percaya meskipun kami orang yang benar. Hal ini dikisahkan dalam Al-Qur'an:
“Kemudian mereka datang kepada ayah mereka pada petang hari sambil menangis. Mereka berkata, ‘Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala, dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.’ Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia (Ya‘qub) berkata, ‘Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu, maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.’” (QS. Yusuf/12: 16-18)
Nabi Yusuf yang ditinggalkan oleh saudara-saudaranya dan telah dimasukkan ke dalam sumur, tertolong juga oleh seorang musafir yang datang dari negeri Madyan akan pergi ke negeri Mesir. Sewaktu mereka akan mengambil air di tempat itu, diulurkanlah tali timbanya ke dalam sumur. Alangkah terkejutnya sewaktu timbanya diangkat naik ke atas, tergantunglah Yusuf di tali timba itu, dan terangkatlah ke atas.
Setelah dilihatnya, musafir itu lalu berkata sambil terkejut, “Hai alangkah gembiranya kita, mendapat seorang anak yang tampan.”
Karena yang mendapatkan Yusuf ini seorang pedagang, maka Yusuf dijadikannya barang dagangan. Kemudian Yusuf dibawanya ke Mesir dan dijualnya kepada seorang pembesar di Mesir. Pembesar itu mengambil Yusuf dijadikan anak angkat. Kemudian Yusuf diasuh dan dididik oleh istri pembesar itu. Istri pembesar itu Zulaikha namanya, maka sejak itu tinggallah Yusuf dengan ibu angkatnya.
Zulaikha Mencintai Yusuf
Ketampanan dan kesopanan Nabi Yusuf yang sangat menarik hati setiap orang yang melihatnya, terutama bagi wanita. Demikian halnya Zulaikha yang mulanya menjadi ibu angkatnya, tetapi kemudian berubah tertarik dan mencintai Yusuf.
Pada suatu hari Yusuf dibujuk supaya mau bersama dia, sedang pintu kamar ditutupnya. Melihat gejala yang tidak baik itu, Yusuf lari namun ditariknya baju Yusuf sehingga koyak. Yusuf lari keluar, tetapi setibanya di pintu keduanya bertemu dengan suami Zulaikha. Karena Zulaikha merasa takut, maka ia segera melaporkan kepada suaminya dengan katanya, “Apakah balasan terhadap orang yang hendak berbuat jahat kepada istri engkau?”
Jawab suaminya, “Harus dimasukkan dalam penjara atau disiksa yang pedih.”
Lalu Yusuf menolak tuduhan itu dengan katanya, “Ia yang membujuk kepadaku.”
Karena tuduh-menuduh, maka atas kekuasaan Allah, bayi dari keluarga Zulaikha yang masih dalam ayunan, ketika itu dapat berbicara, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:
“Jika baju gamisnya koyak di bagian depan, maka perempuan itu benar, dan dia (Yusuf) termasuk orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di bagian belakang, maka perempuan itulah yang dusta, dan dia (Yusuf) termasuk orang yang benar.” (QS. Yusuf/12: 26-27)
Mendengar keterangan bayi tersebut, maka suami Zulaikha melihat baju Yusuf, dan ternyata baju itu koyak di belakangnya, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:
“Maka ketika dia (suami perempuan itu) melihat baju gamisnya (Yusuf) koyak di bagian belakang, dia berkata, “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu. Tipu dayamu benar-benar hebat.” (QS. Yusuf/12: 28)
Peristiwa ini menjadi sumber pembicaraan umum, sehingga nama Zulaikha menjadi rendah. Hal ini ramai dibicarakan orang, “Alangkah ganjilnya seorang istri bangsawan jatuh cinta kepada bawahannya.” Oleh Zulaikha dibuatlah pembelaan diri, dengan jalan mengundang istri-istri pembesar lainnya untuk jamuan makan di rumahnya, mereka dijamu bermacam makanan, minuman dan buah. Namun jamuan yang dihidangkan itu bukanlah makanan yang biasa, melainkan buah-buahan dan masing-masing diberinya sebuah pisau yang tajam.
Ketika mereka mengupas buah-buahan, disuruhnya Yusuf keluar menampakkan diri di tengah mereka. Ketika Yusuf tampak di hadapan wanita-wanita itu, alangkah terpesonanya mereka melihat (ketampanan) Yusuf yang mempesona itu seraya berkata, “Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Ini benar-benar malaikat yang mulia.” Hal ini tersebut dalam Al-Qur'an:
“Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Ini benar-benar malaikat yang mulia.” (QS. Yusuf/12: 31)
Karena terpesona melihat ketampanan Yusuf, sehingga tanpa sadar mereka melukai tangannya sendiri. Setelah Yusuf pergi barulah mereka sadar dan terasa kalau tangannya telah teriris. Ketika itulah Zulaikha berkata, “Inilah orang yang menyebabkan kamu hinakan aku sebab mencintainya, sesungguhnya aku mencintainya tetapi ia enggan.” Zulaikha tetap mencintai Yusuf, kemudian Yusuf menyerahkan diri kepada Allah seraya berdoa sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:
“Yusuf berkata, ‘Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.’” (QS. Yusuf/12: 33)
Doa Nabi Yusuf dikabulkan Tuhan, ia dimasukkan oleh pembesar Mesir ke dalam penjara, bukan karena kesalahan Yusuf, melainkan untuk menghindari fitnah orang terhadap Zulaikha. Selama di penjara Yusuf senantiasa memperlihatkan ketinggian budi pekertinya kepada kawan sepenjara. Yusuf mempunyai dua orang teman pemuda pelayan raja di dalam penjara. Pada suatu hari seorang di antara keduanya bercerita kepada Yusuf, “Saya bermimpi memeras buah anggur untuk saya buat khamr.” Dan seorang lagi bercerita, “Aku bermimpi menjunjung roti di atas kepalaku, tiba-tiba roti itu dimakan burung, cobalah engkau kabarkan kepadaku hai Yusuf akan takwilnya. Sungguh, aku melihat engkau seorang yang baik hati.”
Sebelum menerangkan takwil mimpi kedua pemuda itu, Yusuf menggunakan kesempatannya untuk dakwah kepada orang banyak, dengan katanya, “Saya ini seorang nabi dan rasul Allah. Aku akan memberikan takwil mimpi kedua pemuda ini, berdasarkan dengan apa yang telah diwahyukan kepadaku, dan bukan seperti apa yang dikemukakan oleh ahli-ahli tenung dan nujum yang hanya mempergunakan pertolongan setan yang menjadi musuh Allah dan belum tentu benar.”
Kemudian Yusuf menerangkan takwil mimpi kedua pemuda ini menurut apa yang telah diwahyukan Allah kepadanya. “Takwil mimpi pemuda pertama ialah bahwa dia segera keluar dari penjara dan kembali bekerja seperti sebelum masuk penjara, yaitu menjadi tukang kebun raja. Adapun takwil pemuda yang kedua ialah bahwa ia akan dihukum salib, dan bangkainya akan dimakan oleh burung-burung.” Takwil yang diterangkan Yusuf ini ternyata benar, dan Nabi Yusuf masih tetap bertahun-tahun lamanya di dalam penjara.
Yusuf Keluar dari Penjara
Pada suatu ketika raja Mesir bermimpi sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an:
“Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), ‘Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering. Wahai orang yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.’ Mereka menjawab, ‘(Itu) mimpi-mimpi yang kosong dan kami tidak mampu menakwilkan mimpi itu.’ Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya, ‘Aku akan memberitahukan kepadamu tentang (orang yang pandai) menakwilkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya).’” (QS. Yusuf/12: 43-45)
Raja sangat gembira mendengar pendapat tukang kebunnya itu. Kemudian mengutus tukang kebunnya itu menemui Yusuf di dalam penjara. Sesampai di penjara diterangkanlah tentang mimpi raja itu dan minta agar Yusuf dapat menakwilkan mimpi raja itu. Kemudian Yusuf memberikan keterangan tentang takwil mimpi raja itu, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an:
“Dia (Yusuf) berkata, ‘Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan. Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur).’” (QS. Yusuf/12:47-49)
Setelah raja diberitahu tentang takwil mimpinya itu, raja mengakui bahwa takwil itu memang berkesan sekali. Kemudian raja memerintahkan agar Yusuf dibawa ke hadapannya, dengan harapan mudah-mudahan ia mempunyai pemandangan-pemandangan yang lain yang berguna untuk keselamatan bersama. Dengan tenang Yusuf memenuhi panggilan raja, dan keluarlah Yusuf dari penjara. Raja yakin dan percaya akan takwil Nabi Yusuf, kemudian Nabi Yusuf diserahi tugas menghimpun dan mengatur persediaan bahan makanan pokok, dan hal ini dapat dilaksanakan oleh Nabi Yusuf dengan baik.
Demikian caranya Allah telah menempatkan Yusuf di tempat yang selayaknya, sesudah bertahun-tahun meringkuk di penjara. Sudah tujuh tahun Nabi Yusuf memegang tugas itu, tugas Negara sebagai menteri kemakmuran, rakyatnya menjadi kokoh bersatu dan negaranya semakin makmur. Masa tujuh tahun cukup untuk menghimpun kekuatan ekonomi di negeri Mesir untuk menghadapi tujuh tahun yang panas terik dan paceklik. Masa tujuh tahun berikutnya ternyata benarlah datang masa panas dan masa paceklik, namun persediaan yang cukup yang telah disiapkan oleh Yusuf selama tujuh tahun berturut-turut dapat menjamin rakyat Mesir dengan baik.
Masa kelaparan dan paceklik bukan hanya menimpa di negeri Mesir saja, tetapi menimpa pula di negeri-negeri lainnya, yang berdekatan dengan Mesir sampai ke Kan’an negeri yang ditempati Nabi Ya‘qub dengan anak-anaknya yang dinamakan Al-Asbaath. Rakyat yang berdiam di sekitar tetangga negeri Mesir juga meminta pertolongan ke Mesir, termasuk keluarga Nabi Ya‘qub.
Pada suatu hari datanglah sepuluh orang laki-laki meminta pertolongan untuk mendapat bantuan bahan makanan pokok yang sangat dibutuhkan mereka. Sebagai orang yang kuat ingatannya Nabi Yusuf tidak lupa kepada mereka dan Yusuf menyambut baik. Mereka dipersilakan duduk di tempat yang ditentukan, karena Yusuf ingin mendengar berita-berita penting dari mereka. Kemudian Yusuf memerintahkan kepada bawahannya agar memberikan bahan makanan yang cukup kepada mereka yang datang dari Kan’an. Kemudian mereka bertolak kembali ke negerinya dengan perasaan lega dan gembira.
Setelah mereka tiba di negerinya segera menemui bapaknya menceritakan pengalaman-pengalamannya selama di Mesir. Dan mereka mengemukakan bahwa raja ingin bertemu dengan saudara yang lain. Nabi Ya‘qub mula-mula tidak mengizinkan, karena masih ingat akan peristiwa yang dialami oleh Yusuf. Namun mereka terus mendesak kepada ayahnya dengan alasan-alasan yang kuat yang meyakinkan ayahnya. Dan akhirnya Nabi Ya‘qub mengizinkan Bunyamin turut serta dalam perjalanannya ke Mesir seperti yang pertama kali itu.
Setelah mereka datang segera menghadap raja, dan baru saja mereka menghadap Yusuf melihat saudaranya turut serta gembiralah beliau. Mereka disuruh duduk bersama raja untuk dijamu dengan baik. Dengan perlakuan raja yang baik hati ini, Bunyamin menangis terharu dan ingat akan saudaranya yang bernama Yusuf. Dengan tangis yang tersedu-sedu berkatalah Bunyamin “Kalau Yusuf masih ada, tentu dialah yang duduk di sampingku ini.”
Setelah mereka cukup lama bertemu dengan raja, maka pulanglah mereka dengan membawa perbekalan yang cukup dan lebih cukup daripada semula. Sewaktu memberikan perbekalan dan bahan makanan itu Yusuf memerintahkan kepada bawahannya, agar di dalam barang-barang itu dimasukkan dengan diam-diam sebuah timbangan kepunyaan negara dan dimasukkan ke tempat yang dibawa oleh Bunyamin.
Baru saja mereka berangkat keluar dari kota Mesir, tiba-tiba mereka ditahan untuk diperiksa barang-barang yang dibawanya. Di dalam pemeriksaan ini ternyata terdapatlah alat timbangan negara yang sedang dicari-cari. Karena inilah mereka ditahan tidak boleh pulang ke negeri Kan’an untuk diusut perkaranya.
Dengan peristiwa ini, mereka gelisah dan susah sekali, seraya mereka berkata kepada Yusuf, “Ya Tuanku, bapak kami sangat tua, sudah melewati 80 tahun dan kami tidak dapat berpisah karena kami selalu menjaga akan keselamatan beliau. Kami ini bukan pencuri, izinkanlah kami membawa bapak kami sebagai saksi atas kebenaran kami, karena kami adalah dari keturunan orang yang baik-baik. Atau izinkanlah kami pulang dahulu dan ambillah seorang di antara saudara kami untuk menggantikannya dan kami percaya bahwa tuanku adalah orang yang baik hati.” Yusuf berkata, “Saya berlindung diri kepada Allah dan tidaklah saya akan menghukum orang yang tidak bersalah, jika demikian, tentulahkami orang yang aniaya.”
Ketika mereka sudah berputus asa dalam hal ini, lalu mereka berbisik-bisik dan berkatalah yang tertua di antara mereka yaitu Yahuza, “Sekali-kali saya tidak akan pulang kembali, sebelum mendapat izin dari ayah. Kembalilah kamu semua! Dan ceritakanlah kepada ayah tentang peristiwa ini.”
Setelah mereka kembali dan terus menemui ayah mereka, dan menceritakan peristiwa ini kepada ayahnya. Lalu Ya‘qub berpaling daripada mereka, seraya berkata dalam hati. “Alangkah dukacitaku mengenangkan Yusuf, telah rabun mataku karena dukacita itu.” Kemarahan Nabi Ya‘qub kepada anak-anaknya itu ditahan saja dalam hati. Melihat itu berkatalah mereka kepada ayahnya, “Ayah, janganlah selalu ingat saja kepada Yusuf, nanti ayah mendapat sakit dan meninggal dunia.”
Ya‘qub berkata, “Aku hanya mengadukan dukacitaku ini kepada Allah, dan saya mengetahui dari Allah tentang apa yang kamu tidak ketahui.”
Mereka lalu meminta izin untuk berangkat kembali ke Mesir menghadap raja untuk mohon kepada raja, agar saudaranya yang ditahan itu dapat dilepaskan. Sewaktu mereka menghadap raja (Yusuf), di saat itu Yusuf berpendapat, bahwa sudah datanglah waktunya untuk membuka tabir rahasianya, untuk memaklumkan kepada saudara-saudaranya, bahwa dialah Yusuf, agar mereka itu mengakui atas kebenaran dan kesalahan yang telah mereka perbuat. Yusuf menceritakan apa yang pernah mereka lakukan waktu kecil, semua kejadian itu diceritakan oleh Yusuf.
Mendengar cerita itu, mulailah mereka tercengang, timbullah pertanyaan dalam hati mereka. Dari siapakah pembesar ini mengetahui peristiwa itu. Apakah dari Bunyamin? Sedangkan Bunyamin waktu itu tidak ikut dan tidak pula mengetahui sedikitpun tentang peristiwa itu, dan tak seorang pun manusia yang tahu.
Kemudian mereka memperhatikan akan gerak-gerik raja itu, dan memperhatikan bentuk tubuh dan keadaannya, dibandingkan dengan tubuh Yusuf yang waktu kecil, akhirnya yakinlah mereka bahwa ciri-ciri yang terdapat dalam tubuh pembesar ini memang ada kesamaan dengan Yusuf. Mereka bertanya, “Apakah kiranya tuan ini Yusuf?” Dengan segera Yusuf menjawab, “Betul saya ini Yusuf, dan ini Bunyamin saudaraku sendiri, Allah telah mempertemukan kami, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbakti.”
Mereka berkata, “Demi Allah, sesungguhnya Dia telah melebihkan engkau daripada kami, dan sesungguhnya kami orang-orang yang berdosa.”
Yusuf berkata kepada mereka, “Aku tidak akan bertindak apa-apa atas dirimu sekalian, Tuhan telah mengampuni segala dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.”
Mereka diizinkan kembali ke Kan’an untuk menemui ayahnya, dan Yusuf membawakan sehelai baju untuk diberikan kepada ayahnya. Setelah mereka tiba di rumah, mereka menyampaikan sehelai baju Yusuf. Ketika mereka menyampaikan baju itu kepada ayahnya, seketika itu mata Nabi Ya‘qub terbuka serta dapat melihat dengan terang. Padahal waktu itu beliau telah rabun tidak dapat melihat. Segala peristiwa mereka ceritakan kepada ayahnya, di mana mereka telah menemui raja yang budiman, serta diterangkan pula agar mereka sekalian berangkat kembali ke Mesir, untuk memenuhi serta dapat hidup bersama-sama dengan Yusuf.
Mendengar cerita itu, Nabi Ya‘qub sangat gembira sekali dengan ujarnya, “Apa yang telah terjadi, marilah kita lupakan, dan kami memohonkan ampunan kepada Allah, semoga Allah mengampuni segala dosa-dosamu, begitu pula dosaku sendiri, karena Allah Pemberi ampun dan Maha Pengasih. Marilah kita bersama-sama berangkat ke Mesir.”
Ketika Yusuf melihat bapaknya datang dan sedang dikelilingi saudara-saudaranya yang berjumlah sebelas orang, mereka semua sujud di hadapan Yusuf, lalu Yusuf berdiri dengan hormatnya. Seketika itu juga Yusuf menengadahkan kedua belah tangannya ke langit, ia bersyukur atas nikmat dan karunia Allah, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an:
“Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Tuhan) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf/12: 101)
Demikianlah riwayat Nabi Yusuf as. yang dimulai dengan penderitaan yang bertubi-tubi yang beliau terima dengan tabah dan kesabaran, namun segala derita akhirnya lenyap dan Allah mengangkatnya menjadi pembesar Mesir dan akhirnya menjadi raja. Beliau meninggal dalam usia 110 tahun.
Wallahu A’lam
Sumber : Buku “Riwayat 25 Nabi dan Rasul”