Nabi Ibrahim adalah putra pertama Azar dari tiga bersaudara, keturunan Sam bin Nuh. Ayahnya seorang tukang pembuat patung berhala yang dijadikan sesembahan pengikut Raja Namrud. Beliau dilahirkan pada tahun 2295 sebelum Masehi, di Babilonia (sekarang Irak) pada zaman Raja Namrud.
Raja Namrud seorang raja yang memerintah tanpa undang-undang seperti sekarang. Ia seorang raja yang kejam dan mengaku dirinya sebagai tuhan. Kaum Raja Namrud semuanya menyembah berhala. Sedangkan Nabi Ibrahim diutus oleh Allah swt. menjadi nabi dan rasul untuk meluruskan perbuatan Raja Namrud dan para pengikutnya.
Nabi Ibrahim sejak kecil sudah terpelihara dari segala macam syirik dan maksiat. Hidayah Allah telah mempengaruhi jiwanya sehingga patung-patung, arca-arca yang menjadi sesembahan mereka, menimbulkan soal dalam hatinya. Ia selalu termenung, timbul pertanyaan dalam hatinya, “Kenapa ini yang harus disembah? Padahal tak dapat mendengar dan melihat, apalagi menghidupkan dan mematikan, benarkah ini tuhan?”
Siang malam ia mencari Tuhan dengan akalnya, mencari Tuhan yang sebenarnya, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an:
“Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Al-An’am/6: 76-79)
Demikianlah Nabi Ibrahim mencari Tuhan dengan mempergunakan akal pikirannya, dengan memperhatikan alam sekitarnya. Sehingga pada akhirnya berkesimpulan bahwa semua bintang-bintang yang tampak kemudian menghilang itu pasti ada penciptanya yaitu Allah Yang Mahasuci.
Setelah Nabi Ibrahim memulai dakwahnya menyiarkan agama Allah, Nabi Ibrahim as. berani membersihkan kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar, beliau berani menghancurkan berhala-berhala yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberikan kemadharatan.
Suatu hari ketika rakyat Babilonia merayakan hari basar di luar kota, Nabi Ibrahim tidak ikut dengan alasan sakit. Saat kota sudah sepi, Nabi ibrahim pergi menuju Haikal tempat peribadatan kaumnya dengan membawa sebuah kapak besar. Ia hancurkan semua berhala itu, kecuali sebuah patung yang paling besar, lalu Nabi Ibrahim mengalungkan kapaknya di leher berhala itu dan terus meninggalkan Haikal.
Ketika kaumnya pulang mereka langsung menuju Haikal tempat peribadatan, dilihatnya berhala-berhala itu telah hancur. Mereka tidak syak lagi bahwa Nabi Ibrahimlah yang menghancurkannya. Nabi Ibrahim ditangkap dan diadili.
Raja Namrud marah kepada Nabi Ibrahim, kemudian bertanya, “Wahai Ibrahim, engkaukah yang telah menghancurkan berhala-berhala ini?”
Nabi Ibrahim menjawab, “Bukan! Yang menghancurkan berhalaberhala itu adalah berhala yang paling besar, buktinya kampaknya masih di lehernya.”
Raja Namrud tambah marah, seraya berkata, “Mana bisa patung semacam ini berbuat.”
Kata Nabi Ibrahim selanjutnya, “Kalau tidak dapat berbuat mengapa engkau sembah?”
Amat murkalah Raja Namrud, maka disuruhlah mereka membakar Nabi Ibrahim as. hidup-hidup.
Pelaksanaan hukuman kemudian disiapkan, dan Nabi Ibrahim dibawa ke tanah lapang. Rakyat Babilonia datang berbondong-dondong untuk menyaksikan eksekusi pembakaran Nabi Ibrahim. Dengan dibelenggu, Nabi Ibrahim dimasukkan ke dalam api pembakaran yang telah berkobar-kobar. Namun atas perlindungan Allah, selama Nabi Ibrahim dibakar beliau merasa sejuk, tidak merasakan panasnya bara api itu.
Allah berfirman kepada api sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:
“Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim.’” (QS. Al-Anbiyم'/21: 69)
Ketika kayu bakar telah habis dan menjadi abu, Nabi Ibrahim keluar dengan selamat. Tidak lama kemudian Nabi Ibrahim pindah ke negeri Kan’an (Palestina), dan di sanalah beliau menyampaikan ajaran agamanya kepada manusia.
Nabi Ibrahim Menyeru Kepada Ayahnya
Ayah Nabi Ibrahim termasuk orang yang menyembah berhala, bahkan ia adalah orang yang membuat dan menjual berhala. Nabi Ibrahim benar-benar telah dibuat sulit oleh perbuatan ayahnya, — orang yang paling dekat dengan hatinya. Nabi Ibrahim berpendapat bahwa diantara kewajiban yang harus dilakukan adalah menyerunya dengan memberikan nasehat secara khusus, dan menakut-nakuti dengan akibat kekufurannya. Maka Nabi Ibrahim berbicara kepada bapaknya dengan penuh sopan santun dan kelembutan sembari menjelaskan secara logis tentang kebatilan ibadatnya kepada berhala-berhala. Nabi Ibrahim selalu menyeru dan mengajak ayahnya agar beriman kepada Allah dan segera bertobat, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:
“Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ibrahim di dalam kitab (Al-Qur'an), sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran, dan seorang nabi. (Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, ‘Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun? Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah setan. Sungguh, setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. Wahai ayahku! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga engkau menjadi teman bagi setan.’” (QS. Maryam/19: 41-45)
Kemudian ayahnya membantah, seraya berkata, “Sungguh aneh! Apakah kamu berpaling dan lari meninggalkan ibadat kepada berhalaberhala, hai Ibrahim? Kalau kamu tidak menghentikan laranganmu untuk beribadat kepada berhala-berhala itu, niscaya aku akan merajammu dengan batu-batu. Maka enyahlah dan menjauhlah dari hadapanku untuk selama-lamanya demi kehidupanmu, jika kamu ingin selamat.” Sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an:
“Dia (ayahnya) berkata, ‘Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.’” (QS. Maryam/19: 46)
Sejak itulah beliau pindah ke Kan’an (Palestina) dan di sanalah beliau berumah tangga sampai mendapat keturunan.
Nabi Ibrahim as. mempunyai dua orang istri, istri yang pertama bernama “Sarah”, dan yang kedua bernama “Hajar”.
Ketika Nabi Ibrahim dan Sarah sudah semakin tua, mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Menyadari bahwa dirinya tak mungkin mempunyai anak, Sarah memberi izin kepada Nabi Ibrahim untuk menikahi Hajar. Hajar kemudian melahirkan Ismail. Namun karena Sarah cemburu, maka dengan bijaksana Ibrahim membawa pergi Hajar dan Ismail. Nabi Ibrahim lalu meninggalkan mereka di daerah Mekah.
Ketika Ismail berusia 14 tahun, barulah Sarah melahirkan Ishaq, dari mereka berdua kemudian lahir para nabi. Nabi Muhammad saw. adalah keturunan Nabi Ismail, dan sebagian besar nabi Bani Israil adalah keturunan Ishaq.
Nabi Ibrahim Berdebat dengan Raja Namrud
Namrud : Ibrahim, siapakah yang menjadikan alam ini?
Ibrahim : Yang menjadikan alam ini ialah Zat yang dapat menghidupkan dan dapat mematikan dan berkuasa atas segalagalanya.
Namrud : Aku juga berkuasa, barang siapa yang aku perintahkan untuk membunuhnya, maka matilah ia, dan apabila aku tidak bunuh ia, maka hiduplah ia.
Ibrahim : Tuhan kami ialah yang menerbitkan matahari dari sebelah timur, maka cobalah kamu putar terbitnya dari sebelah barat. Mendengar perkataan Ibrahim itu, maka tercenganglah ia tak dapat menjawab.
Akhirnya Raja Namrud dan pengikutnya diazab oleh Allah dengan nyamuk yang sangat banyak, dan Raja Namrud sendiri lubang telinganya dimasuki nyamuk sampai akhirnya mati.
Wallahu A’lam