Nabi Hud as. adalah keturunan Sam bin Nuh (cucu Nabi Nuh). Beliau diutus Allah untuk berdakwah kepada kaum ‘Ad, suatu kaum yang bertempat tinggal di Al-Ahqaf sebelah utara Hadramaut di negeri Yaman.
Nabi Hud menyeru kaumnya untuk menyembah Allah, dan meninggalkan agama berhala, serta melarang menganiaya sesama manusia. Nabi Hud as. diutus kepada kaum ‘Ad, mereka termasyhur karena tubuhnya besar-besar dan kuat. Mereka mempunyai kebuh-kebun yang luas, hasil bumi yang berlipat ganda banyaknya. Dengan kekayaan yang melimpah, mereka dapat membuat rumah dan istana yang indah, untuk tempat tinggal mereka masing-masing.
Karena kebahagiaan hidup yang berlimpah, mereka lupa akan asal-usulnya, mereka tidak tahu dari mana asalnya segala nikmat dan rahmat yang berlimpah itu. Kepada batu-batu mereka berterima kasih atas semua nikmat dan rahmat itu, dan kepada batu pula mereka meminta pertolongan bila ditimpa kesusahan dalam hidup dan penghidupan. Agar mereka tidak sesat, Nabi Hud menyeru kaumnya agar menyembah Allah swt., bukan berhala yang mereka buat sendiri. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an:
“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, ‘Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada.’” (QS. Hud/11: 50)
Nabi Hud as. menyatakan bahwa ia tidak meminta imbalan atas seruannya:
“Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku) ini. Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Hud/11: 51)
Dalam ayat selanjutnya, Nabi Hud menyeru kaumnya:
“Dan (Hud berkata), ‘Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa.’” (QS. Hud/11: 52)
Ajakan dan seruan Nabi Hud as. itu dijawab oleh kaumnya:
“Mereka (kaum ‘Ad) berkata, ‘Wahai Hud! Engkau tidak mendatangkan suatu bukti yang nyata kepada kami, dan kami tidak akan meninggalkan sesembahan kami karena perkataanmu dan kami tidak akan mempercayaimu.’” (QS. Hud/11: 53)
Seruan Nabi Hud tidak mereka pedulikan, bahkan sebaliknya, Nabi Hud diejek dan diancam. Sebagaimana firman Allah:
“Kami hanya mengatakan bahwa sebagian sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Dia (Hud) menjawab, “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (QS. Hud/11: 54)
Demikian dialog yang terjadi antara Nabi Hud dengan kaumnya. Mereka tetap tidak mau menerima ajakan Nabi Hud as. Namun Nabi Hud as. terus mengajak mereka, bagaimanapun sambutan yang diperoleh dari mereka yang ingkar itu. Demikian dalam waktu ke waktu, tahun ke tahun, beratus-ratus tahun lamanya, hanya sedikit sekali (dalam sebuah keterangan hanya 17 orang) yang menerima ajakan Nabi Hud as.
Memang mereka benar-benar tidak mau beriman, mereka tidak mau berhenti berbuat durhaka dan jahat, mereka hanya berbuat apa yang mereka kehendaki belaka dengan tidak menghiraukan siapa saja. Sifat takabur mereka sudah demikian hebatnya, sehingga tidak dapat diubah oleh siapa pun juga. Sehingga Allah menurunkan azab-Nya pada kali yang pertama, negeri Ahqof dilanda kemarau panjang.
Saat kaum ‘Ad merasa cemas, Nabi Hud as. mengingatkan mereka bahwa kekeringan itu merupakan awal azab Allah swt. Namun kaum ‘Ad tetap tidak mempercayainya. Lalu datang azab kedua berupa gumpalan awan hitam tebal. Kaum ‘Ad mengira bahwa hujan akan segera turun membasahi bumi yang telah lama kering, menyirami tanam-tanaman, memberi minum kepada binatang-binatang ternak.
Nabi Hud berkata kepada mereka, “Itu bukan awan rahmat, tetapi awan yang membawa angin Samun (angin yang dingin dan kencang) yang akan menewaskan kamu sekalian, angin yang penuh dengan azab siksa yang sepedih-pedihnya.”
Kemudian angin bertiup luar biasa dahsyatnya. Binatang-binatang ternak yang sedang berkeliaran di padang rumput berhamburan diterbangkan oleh angin. Mereka ketakutan lari tunggang langgang masuk rumah masing-masing. Tujuh malam delapan hari lamanya, angin Samun itu bertiup sehebat-hebatnya. Jangankan manusia atau binatang, batu-batuan dan gunung-gunung pun hancur musnah disapu angin yang sangat dahsyat. Demikianlah jadinya manusia kuat yang takabur itu. Kecuali Nabi Hud dan kaumnya yang beriman sebanyak 17 orang yang di perintahkan oleh Allah untuk menyelamatkan diri ke Hadramaut, mereka selamat dari siksa Allah itu, sebagaimana firman Allah:
“Sedangkan kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapam hari terus-menerus, maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di antara mereka?” (QS. Al-Haqqah/69: 6-8)
Setelah terjadi peristiwa itu Nabi Hud as. dan kaumnya yang beriman tetap tinggal di Hadramaut sampai usia 472 tahun dan wafat disana.
Wallahu A’lam