Hari itu tanggal 21 Januari 1973. Tanah Suci Makkah sedang sibuk-sibuknnya menyambut kedatangan jamaah haji dari seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sekitar pukul 14.00 waktu setempat, di sebuah mobil, tokoh NU yang top di masa itu bersama rombongannya, bertolak dari Makkah menuju Madinah. Mereka waktu itu sudah selesai menunaikan ibadah haji dan tinggal berziarah ke makam Nabi Muhammad di Madinah.
Di mobil itu, tokoh NU tidak sendirian. Ia bersama keluarga tercinta. Mereka adalah H.M. Faesal Rochlan (adik kandung), H. Dahlan (saudara sepupu), H.M. Rochlan lsmail (ayah kandung), Ny. Masronah (ibu angkat), Ny. Kemalis (adik kandung), Kemalis (ipar) dan H. Zainuri Echsan. Sementara Achmad Sjauqi Tahir, seorang mahasiswa Indonesia di sana, merupakan sopir mereka.
Perjalanan ziarah rombongan itu ternyata berakhir tragis ketika berada di kilometer 70-100, di luar kota Makkah arah Madinah. Tiba-tiba mobil yang dikemudikan Achmad Sjauqi meluncur keluar aspal, ke arah padang pasir sebelah kanan jalan. Sopir berusaha mengembalikan mobil pada posisi semula, tetapi malah terlalu tajam dan terempas ke padang pasir sebelah kiri jalan. Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak oleh rombongan itu. Karena, tiba-tiba ban mobil sebelah kanan pecah dan mobil jungkir balik tiga kali.
Akibatnya, sebagian penumpang luka berat, sedangkan pengemudi hanya luka-luka ringan dan beberapa orang meninggal di tempat. Tokoh NU yang top itu tak sadarkan diri. Namun sejam kemudian, napasnya berhenti, dipanggil Ilahi. Perjalanan hidup dan segala perjuangannya pun terhenti pula. Dialah Subchan ZE, yang sedang menunaikan ibadah hajinya yang ketujuh kali dalam hidupnya. Dan rupanya itu haji terakhir.
Ahmad Sjauqi Tahir, sopir mobil itu, yang merupakan putra dari tokoh NU Jakarta, KH. Tohir Rohili, sempat ditahan pihak berwajib setempat. Namun, atas permintaan keluarga Subchan ZE di Jakarta, ia dibebaskan.
|
H. Subchan ZE (baju putih) |
Kesaksian KH. Muzammil Basyuni Tentang Pribadi Subchan ZE
Muzammil Basyuni, Duta Besar RI untuk Republik Arab dan Suriah 2006-2010 pada tahun kewafatan Subchan ZE. sedang berada di Arab Saudi. Tentu saja waktu itu ia masih muda dan berstatus mahasiswa. Di hari wafatnya Subchan, Muzammil sempat bercakap-cakap dengannya, mengklarifikasi beberapa isu yang beredar terkait dengan Subchan.
Berikut percakapan Muzammil dengan Subchan pada tulisan yang dimuat NU Online pada 2015.
"Di koran, Pak Subchan diberitakan akan kawin. Dengan siapa, Pak?" tanya Muzammil.
"Betul, tapi yang mau kawin itu pikiran Subchan dengan pikiran Soeharto," jawabnya.
Subchan ZE, dianggap tokoh NU yang nyeleneh. Ia sering keluar masuk dunia hiburan malam. Sehingga ia banyak dikritik di dalam NU sendiri. Pada tahun 1972 Subchan ZE dipecat dari Ketua I PBNU. Namun, ada dua kiai besar yang membelanya di wilayah Jawa Timur dan Yogyakarta. Pengurus wilayah dan cabang NU juga tak sedikit yang membelanya. Tahun itu terjadi polemik besar di NU karena pemecatan itu menimbulkan pro dan kontra di dalam tubuh NU.
Hal itu tak luput menjadi pertanyaan Muzammil kepada Subchan.
"Bagaimana dengan isu miring bahwa Pak Subchan punya hobi ke 'dumang', dunia remang-remang, klub malam. Kan Bapak seorang tokoh NU?"
"Subchan ZE Wakil Ketua MPRS-RI itu selalu berada di tempat tidak jauh dari mobil B 4 parkir. Termasuk di night club itu betul, tetapi ingat, sebagai Wakil Ketua MPRS, petinggi NU, dan seorang Muslim pada dasarnya adalah mubaligh (pendakwah), yang harus menyampaikan pesan Rasul walau hanya satu ayat. Coba siapa dari para kiai dan atau dai yang berani tanpa sembunyi-sembunyi nyambangi (masuk) tempat remang-remang untuk antarkan nasihat, 'nanting' kembali ke jalan yang benar. Bukankah dakwah justru lebih dibutuhkan di tempat seperti itu daripada di masjid dan surau (mushola)?” jelas Subchan
“Harus diingat,” sambungnya, “bahwa apa pun yang kita lakukan, niat adalah hal pokok. Maka bulatkan tekad bahwa segalanya diniatkan untuk ibadah pada Allah dalam berkhidmah melayani kepentingan umat. Serahkan diri artinya niatkan semuanya hanya untuk memperoleh ridlo Allah sehingga kelak bisa menemui-Nya dengan hati yang damai.”
Walau bagaimanapun, Subchan adalah seorang santri. Ia dibesarkan dan hidup di lingkungan santri di kota Kudus, Jawa Tengah. Ia sebetulnya dilahirkan di Kepanjen, Malang, Jawa Timur, 22 Mei 1931. Namun, pengusaha rokok asal Kudus mengambilnya sebagai anak angkat. Nah, tempat tinggal pengusaha itu terletak di Kudus barat yang dikenal dengan suasana kesantriannya. Makanya tak heran jika Subchan paham ajaran-ajaran Islam.
Ketika bercakap-cakap dengan Muzammil itu pun, meluncur ayat Al-Qur’an dari mulut Subchan: laa yanfa'u maalun wa laa banuuna illaa man ata-llaaha bi-qalbin saliim. ”Tidak akan berguna harta dan anak keturunan kecuali siapa yang datang menemui Allah dengan hati yang damai”.
Subchan juga mengutip sebuah hadits Ad-diinu nashiihah. “Agama adalah nasihat”.
“Maka nasihatku, jika nanti kamu berniat terjun kiprah di politik, tebalkan terlebih dahulu bantalanmu. Jangan heran dan jangan gamang, jika datang menerpamu isu masuk partai untuk memperkaya diri, lihatlah nanti setelah saya istirahat panjang, apakah saya masuk NU untuk memperkaya diri ataukah benar untuk berkhidmah bagi kepentingan umat?” papar Subchan.
"Kenapa Pak Subchan tidak membalas balik serangan pihak yang mendiskreditkan?" tanya Muzammil.
"Man satara musliman satarahulLaahu fid-dunyaa wal-aakhirah. Siapa menutupi (cela/aib/keburukan) seorang Muslim, maka Allah akan menutupi (cela/aib/keburukan)-nya di dunia dan akhirat.”
Yang aneh, sebelum kalimat itu, Subchan mengatakan, “Kini saatnya, kuingin bangun hotel di Makkah. Kumau istirahat panjang."
Dan ternyata benar, ia istirahat panjang di sana, di haji ketujuhnya. Ia dimakamkan di pemakaman Ma’la, Mekkah. Pemakaman dan talqin dipimpin oleh KH. Ali Maksum (Mustasyar PBNU).
Diolah dari tulisan Arif Mudatsir Mandan, Subchan ZE: Buku Menarik yang Belum Selesai yang dimuat di jurnal Prisma edisi 10 Oktober 1983 dan Muzammil Basyuni Detik-detik Wafatnya Tokoh NU Subchan ZE 2015
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU