Pondok pesantren Salafiyah APIK Kaliwungu mulai didirikan pada tahun 1919 M. oleh KH. Muhammad Irfan bin Musa (W.1931 M.). Beliau memiliki nama kecil Muhammad Basyir, dan merupakan salah satu di antara 20 anak kandung dari H. Musa. Pada usia 17 tahun, setelah Muhammad Basyir menerima beberapa pelajaran dari para kyai Kaliwungu yang merupakan kerabat sendiri, beliau pergi belajar ke tanah suci Mekah, bermukim disana selama 17 tahun. Beliau belajar di Tanah Suci semasa dengan Syekh Mahfudz bin Abdullah at-Turmusi dari Termas dan Syekh Nawawi al-Bantani, dan sempat bertabarruk menimba ilmu kepada mereka berdua.
Sepulang dari Mekah, Muhammad Basyir memiliki tujuan untuk mengembangkan Islam, belajar mengajarkan ilmu agama kepada keponakan-keponakannya. Forum pengajian ini kemudian berkembang pesat dan banyak santri dari daerah Kaliwungu dan dari luar daerah yang hadir mengikuti pengajian. Akhirnya, Muhammad Basyir atau KH. Irfan mendirikan pondok pesantren, yang semula diberi nama Pesantren Salafi Al-Qaumany menjadi APIK Kaliwungu. Perubahan nama APIK sendiri diberikan sejak zaman kemerdekaan.
Dana untuk mendirikan pondok pesantren pada saat itu, 75% ditanggung oleh kakak dari KH. Irfan, yakni KH. Abdur Rasyid, seorang pedagang batik yang cukup berhasil, sedangkan 25% diperoleh dari jariyah shodaqoh masyarakat Kaliwungu.
Berdirinya pondok pesantren Salafiyah APIK Kaliwungu telah melalui beberapa zaman, dari mulai zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang hingga zaman kemerdekaan sekarang, pimpinan pondok pesantren selalu dipegang dari keturunan atau kerabat pendirinya, dan telah mengalami lima kali pergantian kepemimpinan.
Pada masa KH. Muhammad Irfan Musa (W. 1931 M), lurah pondok pesantren dipercayakan kepada keponakannya, yakni K. Ahmad Ru`yat (W. 1968) dan dibantu oleh K. Usman Abdur Rasyid, yang selanjutnya lurah Pondok Pesantren dipercayakan kepada K. Idris dari Kempek Cirebon (putra menantu KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang). Menurut KH. Irfan, K. Idris dipandang paling dewasa di antara para santri yang lain.
Baca: Biografi Singkat KH. Irfan
Semasa kepemimpinan KH. Irfan (W.1931), Pondok Pesantren Salafiyah APIK menunjukkan perkembangannya. Kyai ini dikenal penyabar dan teliti dalam mengajar santri. Pada saat beliau meninggal, putra KH. Irfan belum ada yang dipercaya untuk mengelola Pondok Pesantren, sehingga digantikan oleh KH. Ahmad Ru`yat (W. 1968), yang merupakan keponakan dari KH. Irfan, anak dari salah seorang kakaknya yaitu KH. Abdullah. Sebelum dipercaya sebagai pengelola dan menjadi lurah pondok pesantren, KH. Ahmad Ru’yat menimba ilmu pada K. Idris di Pondok Pesantren Jamsaren Solo.
Masa kepemimpinan KH. Ahmad Ru`yat, Pondok Pesantren Salafiyah APIK mengalami kemajuan, ditandai dengan bertambahnya santri yang belajar di Pondok Pesantren Salafiyah APIK Kaliwungu tidak saja dari Jawa tetapi juga dari luar Jawa.
Baca juga: Kisah Kezuhudan KH. Ahmad Ru'yat
Sejak kepemimpinan KH. Ahmad Ru`yat, santri Pondok Pesantren Salafiyah APIK Kaliwungu mulai mengalami perkembangan. Mereka banyak yang datang dari beberapa daerah, letaknya berjauhan dengan kota Kaliwungu. Pada umumnya santri berasal dari daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah, seperti Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Pati, dan ada pula yang berasal dari Jawa Barat, seperti daerah Banten, Karawang, Cirebon, Majalengka. Sedangkan yang berasal dari Jawa Timur, rata-rata berasal dari Banyuwangi, Nganjuk, Madura, dan dari luar Jawa.
Setelah KH. Ahmad Ru`yat meninggal, pimpinan Pondok Pesantren diserahkan kepada KH. Humaidullah Irfan (W. 1985). Latar belakang pendidikannya antara lain pernah belajar pada KH. Hasyim Asy`ari di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Pondok Pesantren Lirboyo Kediri dan pernah belajar pada K. Dimyati di Pondok Pesantren Termas Pacitan.
Beliau sekelas dengan KH. Zarkasyi Gontor, KH. Abdul Hamid Pasuruan dan KH. Muslih bin Abdurrahman, Mranggen. KH. Humaidullah Irfan dibantu oleh KH. Dimyati Rois sebagai lurah Pondok Pesantren. KH. Dimyati Rois pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, dan beliau termasuk kerabat pendiri Pondok Pesantren, menantu KH. Ibadullah Irfan, adik dari KH. Humaidullah Irfan.
Pada masa kepemimpinan KH. Humaidullah Irfan, Pondok Pesantren Salafiyah APIK mengalami kemajuan setapak, karena pada tahun 1970 dimulai sistem pendidikan baru yakni sistem klasikal untuk kelas-kelas Madrasah Persiapan dan Madrasah Tsanawiyah.
Selanjutnya, setelah KH. Humaidullah Irfan meninggal, kedudukan sebagai pengelola Pondok Pesantren dipercayakan kepada salah seorang putra beliau, yakni KH. Muhammad Imron Humaidullah dan dibantu adiknya KH. Muhammad Sholahuddin Humaidullah. KH. Muhammad Imron Humaidullah pernah belajar di Pondok Pesantren Banyuwangi, dan pada K. Muhammadun di Tayu Pati. Sedangkan KH. Muhammad Sholahuddin Humaidullah disamping belajar di Pondok Pesantren Lirboyo, pernah belajar di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Pondok Pesantren Pacul Goang Jombang, dan bertabarruk pada KH. Abdullah Faqih Tuban, KH. Muslih Tingkir Bojonegoro dan KH. Jamaluddin Kediri.
Wallahu A’lam
Sumber: Skripsi