Umat Islam dituntut untuk menjaga adab. Salah satunya adab dalam menyampaikan aspirasi, masukan, dan juga kritik terhadap pemerintah yang menjadi hak warga negara. Umat Islam sebagai warga negara juga berhak mendapat layanan publik, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang disediakan pemerintah.
Selain hak itu, umat Islam seperti warga negara Indonesia yang lain juga dituntut menjaga adab, yaitu kewajiban untuk mematuhi segala peraturan yang berlaku di Indonesia sebagaimana ditetapkan parlemen dan pemerintah. Mereka juga berkewajiban untuk membayar pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara.
Warga negara dan pemerintah wajib bekerja sama untuk menciptakan kemaslahatan umum. Keduanya perlu bahu membahu dalam rangka menjaga persatuan di tengah keberagaman dan mengatur pemerataan sumber daya sehingga tidak menjadi monopoli sekelompok orang.
Warga negara dan pemerintah wajib saling mendukung dalam membangun kekuatan untuk menjaga kedaulatan negara, dan menciptakan suasana kondusif agar aktivitas ekonomi, politik, sosial, budaya, dan agama berjalan lancar.
Selain itu semua, umat Islam sebagai warga negara berkewajiban untuk mendoakan pemerintah agar diberikan kemudahan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya jika pemerintah bersikap adil dan menjalankan tugasnya dengan profesional.
Adapun ketika pemerintah bersikap zalim, otoriter, korup, dan menjalankan tugasnya tidak dengan profesional, umat Islam juga berkewajiban untuk berdoa agar Allah meluruskan pemerintah dan mengembalikannya ke jalan keadilan dan profesionalitas.
Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berpesan agar umat Islam jangan mencaci maki, mengumpat, mendoakan yang buruk, memfitnah, dan melontarkan ujaran kebencian terhadap pemerintah yang zalim, korup, dan tidak profesional.
Pasalnya, semua itu hanya membuat pemerintah zalim, otoriter, korup, dan tidak profesional yang imbasnya juga berpulang kepada semua warga negara, termasuk umat Islam itu sendiri.
Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berpesan agar umat Islam berdoa agar Allah menjaga lahir dan batin pemerintah untuk bersikap adil, istiqamah, ramah, dan professional dalam menjalankan tugasnya sebagai pengabdi dan pengayom bagi warga negara.
مهما كان الوالي مصلحا حسن الرعاية جميل السيرة كان على الرعية أن يعينوه بالدعاء له والثناء عليه بالخير، ومهما كان مفسدا مخالطا كان عليهم أن يدعوا له بالصلاح والتوفيق للاستقامة وأن لا يشتغلوا ألسنتهم بذمه والدعاء عليه فإن ذلك يزيد في فساده واعوجاجه ويعود وبال ذلك عليهم
“Jika pemimpin mendatangkan kemaslahatan untuk masyarakat, memerhatikan rakyat dengan baik, rekam jejak yang baik, maka rakyat membantunya dengan doa dan sebutan yang baik-baik/pujian. Tetapi pemimpin yang mendatangkan mafsadat dan mencampurkan yang hak dan batil, maka mereka wajib mendoakannya agar ia diberikan kebaikan dan bimbingan untuk konsisten pada jalan yang hak. Mereka tidak boleh mencaci-makinya dan mendoakan keburukan untuknya karena itu akan menambah kerusakan dan penyelewengan kekuasaannya dan semua akibatnya akan kembali kepada mereka sendiri,” (Lihat Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, Ad-Dakwatut Tammah wat Tadzkiratul Ammah, hal. 32).
Peran pemerintah cukup menentukan bagi perkembangan nasib masyarakat. Peran pemerintah yang profesional dapat terasa dan terlihat oleh masyarakat. Oleh karena itu, selain upaya dukungan, masukan, krtitik terhadap pemerintah, doa warga negara untuk kebaikan lahir dan batin pemerintah cukup penting sebagaimana perkataan Imam Fudhail bin Iyadh, salah seorang ulama di era tabi’it tabiin.
قال الفضيل رحمه الله لو كانت لي دعوة مستجابة لم أجعلها إلا للإمام لأن الله إذا أصلح الإمام أمن العباد والبلاد
“Imam Fudhail ra. mengatakan, ‘Kalau aku punya satu kesempatan doa yang makbul, niscaya kujadikan kesempatan itu untuk mendoakan pemimpin karena jika Allah membimbing kebaikan seorang pemimpin, maka rakyat dan negeri akan selamat,” (Lihat Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, Ad-Dakwatut Tammah wat Tadzkiratul Ammah, hal. 32).
Inayah Allah terhadap pemerintah akan berdampak pada keselamatan dan kesejahteraan negara dan warga negaranya. Inayah Allah ini dapat diupayakan melalui doa segenap warga negara Indonesia, termasuk umat Islam itu sendiri.
Adapun caci maki, fitnah, doa keburukan, dan ujaran kebencian warga negara untuk pemerintah selain membuat pemerintah menjadi keras kepala, zalim, dan korup, juga merupakan tindakan provokasi dan kriminal yang dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam tahanan.
Dengan demikian tidak dapat kita mengambinghitamkan pemerintah melalui istilah “kriminalisasi ulama” ketika sebagian dai tersandung kasus kriminal ujaran kebencian atau kasus provokasi. Walhasil, semua itu merugikan umat Islam itu sendiri akibat tindakan diri sendiri sebagaimana pesan Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Wallahu A‘lam
Sumber: Situs PBNU