Dalam kitab al-Zuhd, Imam Ahmad bin Hanbal mencatat riwayat tentang Nabi Musa yang bertanya kepada Allah. Berikut riwayatnya:
Abdullah bercerita, ayahku bercerita kepadaku, Sayyar bercerita, Ja’far bercerita, dari Imran al-Qashiri, ia berkata:
Musa bin Imran berkata: “Wahai Tuhan, di mana aku mencari-Mu?”
Allah menjawab: “Carilah Aku di sisi orang-orang yang hancur hatinya. Sesungguhnya Aku dekat dengan mereka setiap hari (sejarak) satu ba’ (sekitar dua lengan). Jikalau tidak demkian, mereka pasti roboh (binasa).” (Imam Ahmad bin Hanbal, al-Zuhd, hal. 95)
Dalam riwayat di atas, Nabi Musa ‘alaihissalam bertanya: “Wahai Tuhan, di mana aku mencari-Mu?” Allah menjawab: “Carilah Aku di sisi orang-orang yang hancur hatinya. Sesungguhnya Aku dekat dengan mereka setiap hari (sejarak) satu bâ’ (sekitar dua lengan). Jikalau tidak demkian, mereka pasti binasa.” Artinya, Islam mendorong umatnya untuk melihat ke sekitarnya, dan memperhatikan orang-orang yang membutuhkan. Tidak hanya itu, Islam menyuruh pemeluknya untuk mencari orang-orang yang membutuhkan dan membantu mereka, hingga Allah menegaskan bahwa diri-Nya sangat dekat dengan orang-orang yang hancur hatinya (kesusahan).
Dengan demikian, siapapun yang berkehendak menemukan Allah, ia harus membantu orang-orang yang kesusahan. Karena di sanalah rida dan rahma-tNya berada. Saking pentingnya, Allah menekankan perintah tersebut dengan kiasan yang paling tinggi, dengan menggunakan Nama-Nya. Dalam sebuah hadits diceritakan (HR. Imam Muslim):
Dari Abu Hurairah: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman di hari kiamat: “Hai anak Adam, Aku telah sakit, tapi engkau tidak menjenguk-Ku. Orang itu bertanya: Wahai Tuhan, bagaimana caraku menjenguk-Mu, sedangkan Engkau Tuhan yang Maha Kuasa? Allah menjawab: Apakah engkkau tidak mengetahui bahwa seorang hamba-Ku bernama Fulan sakit tapi engkau tidak mau menjenguknya. Sekiranya engkau menjenguknya, pasti engkau dapati Aku di sisinya.
Wahai anak Adam, Aku minta makan kepadamu, tapi engkau tidak mau memberikan makan kepada-Ku. Orang itu bertanya: Wahai Tuhan, bagaimana caraku memberi makan kepada-Mu, sedang Engkau Tuhan yang Maha Kuasa? Allah berfirman: Apakah engkau tidak tahu adanya seorang hamba-Ku, si Fulan, telah datang meminta makan kepadamu, tapi engkau tidak memberinya makan. Sekiranya engkau memberinya makan, pasti engkau akan menemukan balasannya di sisi-Ku.
Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tapi engkau tidak mau memberi-Ku minum. Orang itu bertanya: Wahai Tuhan, bagaimana caraku memberi-Mu minum, padahal Engkau Tuhan yang Maha Kuasa? Allah berfirman: Apakah engkau tidak tahu bahwa hamba-Ku, si Fulan, minta minum kepadamu tapi engkau tidak mau memberinya minum. Sekiranya engkau memberinya minum, pasti engkau akan menemui balasannya di sisi-Ku.” (Imam Abu al-Hasan Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi, Sahih Muslim, hal. 1126).
Dalam hadits tersebut, Allah mengingatkan orang yang tidak menjenguk-Nya, serta tidak memberiNya makan dan minum. Hamba-hamba-Nya bertanya, bagaimana cara kami menjenguk-Mu, serta memberi-Mu makan dan minum, padahal Engkau adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Jawaban Allah menunjukkan pentingnya berbagi dengan sesama, dan pentingnya membantu orang yang membutuhkan. Sehingga siapa pun yang melakukan itu, ia seperti menjenguk Allah, dan Allah akan membalasnya dengan pahala yang besar.
Maka dari itu, salah satu cara paling mudah mencari Tuhan adalah dengan cara mencari orang-orang yang kesusahan dan membantunya. Allah sendiri mengatakan Dia sangat dekat dengan mereka. Jika tidak, sudah barang tentu mereka akan terjatuh dan roboh. Karena itu Allah berfirman (QS. Al-Baqarah: 153):
“Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”
Allah telah menaruh kesabaran di hati setiap orang, dan memerintahkan mereka menggunakannya (faktor internal), atau menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong, karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Sebagai penyeimbang, Allah juga memerintahkan manusia untuk menolong orang-orang yang kesusahan (faktor eksternal), agar kesabaran mereka dikuatkan dari luar, dan mereka semakin mengenali diri mereka sendiri, hingga pelahan-lahan mereka memahami, bahwa di setiap hati manusia ada kesabaran. Tergantung bagaimana mereka membangkitkannya.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU