Salah satu jenderal perang yang disegani di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid adalah Idham Alimuddin Al-Tibrisy.
Dia terkenal sebagai ahli siasat perang, jago negosiasi, kaya raya, tapi sayangnya istri dan semua anaknya tewas terbunuh. Idham pensiun sebagai tentara karena menderita lumpuh akibat memimpin pertempuran melawan tentara Byzantium, namun naluri perangnya tak mati-mati.
Karena itu, di tengah kelumpuhan dan kesendiriannya di hari tua, Idham sering menantang-nantang orang adu kekuatan — bukan kekuatan fisik, tapi kekuatan pikiran. Tampaknya dia ingin tetap dikenang sebagai tokoh paling cerdik dan pintar di Baghdad. Untuk itu dia tak segan-segan menjanjikan banyak hadiah kepada orang yang diundang ke rumahnya asalkan orang itu mampu menjawab tiga teka-teki yang dia ajukan.
Sampai hari ini, sudah 100 orang dia tantang, tak satu pun mampu menjawab teka-tekinya dengan tuntas. Cara Idham bertanya memang unik. Jika orang mampu menjawab pertanyaan pertama, Idham menjanjikan 10.000 dirham emas. Idham menjanjikan 40.000 dirham tambahan jika dia mampu menjawab pertanyaan kedua. Untuk pertanyaan ketiga dia menjanjikan 50.000 dirham emas, jadi total semuanya 100.000 dirham emas – jumlah yang cukup untuk seorang lelaki kawin lagi.
Hanya saja, ini keunikan permainan Idham, jika orang itu sudah bisa menjawab pertanyaan pertama lalu gagal menjawab pertanyaan kedua, hadiah pertama hangus. Jika dia bisa menjawab pertanyaan pertama dan kedua tapi gagal menjawab pertanyaan ketiga, semua hadiah gugur. Inilah yang membuat semua orang sakit hati saat gagal menjawab teka-teki Jenderal Idham, seolah mereka benar-benar telah kehilangan 10.000 dirham emas atau 50.000 dirham emas, padahal mereka belum mengeluarkan satu dirham pun dalam permainan itu!
‘’Aku marah sama jenderal lumpuh itu. Dua pertanyaan sudah aku jawab, tinggal pertanyaan ketiga aku salah. Hilanglah duit aku 50.000 dirham. Dia tanya apa nama malaikat yang menyiksa manusia di neraka, aku jawab malaikat Malik, tapi salah,’’ kata Sulaiman, guru di sebuah madrasah di Khanaqin, kepada kawannya.
Kawannya kaget. ‘’Lho, bukankah jawaban kamu benar?’’
‘’Ah kamu juga salah. Aku kira kamu pintar. Malik itu cuma jaga neraka. Malaikat yang menyiksa orang di neraka namanya Zabaniah!’’ kata Sulaiman dengan nada sewot, menduga kawannya pintar.
Karena gagal memenuhi tantangan Idham, orang-orang kalah itu kemudian mengusulkan nama Abu Nawas atau Abu Nuwas. Jenderal Idham senang, dia merasa tertantang. Esoknya Abu Nuwas dipanggil ke rumah Idham dan dijamu makanan enak. Sang jenderal tahu reputasi pujangga Baghdad itu, makanya dia tak main-main. Usai mereka makan siang, Jenderal Idham mengutarakan maksudnya dan Abu Nuwas menyanggupi. ‘’Aku naikkan hadiahku jadi 200.000 dirham khusus buat kamu, tapi dengan syarat jika kamu tak dapat menjawab tiga pertanyaanku, kamu harus berpidato di depan umum mengakui bahwa akulah pujangga paling pintar di Baghdad.’’
Esoknya, ketika Abu Nuwas datang ke rumah Idham, sang jenderal menutup mata Abu Nuwas lalu minta digendong. Dengan mata tertutup dan menggendong jenderal lumpuh, Abu Nuwas berjalan menuruti perintah Idham. Demi 200.000 dirham emas dan reputasi sebagai pujangga cerdik, Abu Nuwas menuruti saja tantangan gila itu. Setelah Abu Nuwas berjalan lima kilometer, Idham menyuruh Abu Nuwas berhenti lalu bertanya: ‘’Abu Nuwas, tahukah kamu pemandangan apa di depan kita? Jika kamu tahu, hadiah 20.000 dirham emas silakan ambil.’’
Ini gila, pikir Abu Nuwas. Mana dia tahu pemandangan di depannya? Bukankah matanya tertutup? Tapi dengan yakin dia menjawab pendek: ‘’Di depan kita ada peternakan onta, tuan jenderal.’’
Sang jenderal kaget. Bagaimana mungkin Abu Nuwas bisa menjawab dengan benar? Di depan mereka memang ada peternakan onta, tapi itu milik sang jenderal sendiri, tidak semua orang dizinkan masuk!
Mereka lalu melanjutkan perjalanan lagi, sang jenderal tetap digendong. Satu jam kemudian, Idham kembali meminta Abu Nuwas berhenti lalu bertanya lagi. ‘’Abu Nuwas, jika kamu bisa menjelaskan pemandangan di depan kita, 80.000 dirham emas silakan ambil. Total jadi 100.000 dirham!’’
Abu Nuwas diam sejenak. Tapi, lagi-lagi dengan nada meyakinkan dia menjawab: ‘’Tuan jenderal, di depan kita ada sungai kecil, di kiri kanan sungai itu banyak pohon Tin dan pohon Zaitun. Juga ada beberapa pohon kurma. Ini kebun yang sangat indah.’’
Sang jenderal lagi-lagi kaget. Bagaimana mungkin Abu Nuwas bisa menjawab dengan benar? Dia pasti tukang sihir, pikirnya. Di depan mereka memang ada perkebunan, tapi itu milik Khalifah Harun Al-Rasyid. Hanya para jenderal dan tamu kerajaan yang bisa masuk ke sini. Jika pun Abu Nuwas pernah datang ke sini, dia pasti tak bisa menduga karena perjalanan ke kebun ini berliku-liku dan menyesatkan seseorang yang matanya tertutup!
Idham mulai khawatir 200.000 dirham emas miliknya bakal raib dan Abu Nuwas makin terkenal. Akhirnya dia memerintahkan Abu Nuwas berjalan lagi. Setelah Abu Nuwas berjalan empat jam, melewati padang pasir yang sunyi dan terik, sekali lagi Idham memerintahkannya berhenti. Dia memerintahkan Abu Nuwas tak bersuara dan maju beberapa langkah pelan-pelan. Setelah agak lama Abu Nuwas berdiri dan Jenderal Idham lama tak bersuara, akhirnya dengan berbisik sang jenderal bertanya sambil menjanjikan tambahan 100.000 dirham emas jika jawaban Abu Nuwas benar. ‘’Silakan jawab, ada apa di depan saya.’’
Abu Nuwas tak langsung menjawab. Ia berkonsentrasi penuh. Kemudian pelan-pelan dia menjawab: ‘’Tuan jenderal, di depan kita ada oase di tengah padang pasir. Di situ ada beberapa perempuan, semuanya bugil sedang mandi. Ada juga yang tampak bercanda dan menari-nari.’’
Duaaaaar, Jenderal Idham seperti disambar petir. Abu Nuwas lagi-lagi benar. Ini gila, pikir sang jenderal.
Akhirnya, setelah Abu Nuwas juga menikmati pemandangan indah di depannya, kedua lelaki ini kembali ke Baghdad. Sesuai janji, esoknya Idham mengumpulkan banyak orang di depan istana khalifah untuk menyerahkan 200.000 dirham emas kepada Abu Nuwas. Sebelum menyerahkan hadiah disaksikan Khalifah Harun, Idham berpidato di depan publik menceritakan pengalaman mereka berdua. Terakhir dia bertanya:
‘’Abu Nuwas, bagaimana kamu bisa benar menjawab pertanyaan pertama?’’
‘’Tuan jenderal, itu pertanyaan gampang. Waktu tuan minta saya berhenti berjalan dan bertanya pada saya, kaki saya ketika itu persis menginjak tai onta. Makanya saya tahu, itu pasti peternakan onta.’’ jawab Abu Nuwas
Khalifah tersenyum, sang jenderal menggelengkan kepala.
‘’Bagaimana kamu bisa benar menjawab pertanyaan kedua?’’ tanya Jenderal
‘’Itu juga mudah. Mata saya tertutup, tapi telinga saya mendengar suara air mengalir dan burung Hasyun berkicau. Burung Hasyun hanya makan biji-bijian, terutama buah Tin dan Zaitun. Pohon Tin hanya tumbuh di pinggir sungai. Makanya saya tahu, itu pasti perkebunan Tin dan Zaitun.’’ sahut Abu Nuwas
Khalifah lagi-lagi tersenyum, sang jenderal terperangah.
‘’Sekarang, bagaimana kamu bisa benar menjawab pertanyaan ketiga?’’ tanya Jenderal lagi
Abu Nuwas terdiam sejenak, lalu jawabnya singkat: ‘’Itu lebih mudah. Saat itu tiba-tiba saja saya merasa seperti ada ular bergerak-gerak di punggung saya. Endut-endutan,’’ kata Abu Nuwas menahan senyum.
Wkwkwkwkwkwkkkkk, kali ini khalifah terbahak-bahak …
Sumber: Situs PBNU