Setiap orang dianjurkan untuk memperbanyak mengingat mati dan menyiapkan diri untuk menyambutnya dengan bertobat dan istiqomah dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata‘ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Perbanyaklah oleh kalian mengingat pemutus kenikmatan (kematian).” (HR. Ibnu Hiban)
Kematian adalah sebuah keniscayaan. Ia bisa menemui siapa saja baik tua maupun muda tanpa bisa dimajukan atau dijadwal mundur. Orang yang masih muda ataupun mereka yang sudah tua, yang masih dalam keadaan sehat maupun yang sedang mengalami sakit, semuanya bisa saja menemui kematiannya tanpa dapat diduga-duga. Kematian tidak lebih dekat kepada orang tua daripada anak muda, pun tidak lebih dekat kepada orang yang sakit daripada orang yang sehat.
Berapa banyak kematian menghampiri seorang anak muda ketika ia sedang tenggelam di dalam mimpi-mimpinya. Dan berapa banyak pula orang tua yang sudah begitu renta justru masih panjang masa hidupnya padahal setiap harinya ia selalu berjaga-jaga jikalau datang ajalnya.
Orang yang dalam keadaan sakit anjuran untuk mengingat kematian dan menyiapkan diri untuknya menjadi lebih kuat baginya. Sedangkan bagi keluarga atau orang yang berada di sekeliling orang yang telah terlihat adanya tanda-tanda datangnya ajal ada beberapa hal yang mesti dilakukan.
Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitabnya Al-Fiqhul Manhaji menyebutkan ada 4 (empat) hal yang semestinya dilakukan seseorang terhadap anggota keluarga yang sedang mengalami naza’ atau sakaratul maut. Keempat hal itu adalah:
Pertama, menidurmiringkan orang tersebut ke sisi badan sebelah kanan untuk menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Bila hal ini dirasa susah maka menelentangkannya dengan posisi kepala sedikit diangkat sehingga wajahnya menghadap ke kiblat. Demikian pula kedua ujung kakinya juga disunahkan untuk dihadapkan ke arah kiblat.
Kedua, disunnahkan mengajari (men-talqin) orang yang sedang sekarat (sakaratul maut) untuk mengucap kalimat syahadat yakni laa ilaaha illallaah dengan cara yang halus dan tidak memaksanya untuk ikut menirukan ucapan syahadat tersebut. Cukuplah mentalqin dengan mengulang-ulang memperdengarkan kalimat laa ilaaha illallaah di telinganya tanpa menyuruh untuk mengucapkannya.
Bedasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
“Ajarilah orang yang mau meninggal di antara kalian dengan kalimat laa ilaaha illallaah.”
Ketiga, disunnahkan membacakan surah Yasin kepada orang yang sedang sekarat (sakaratul maut). Berdasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban:
“Bacakanlah surah Yasin kepada orang yang sedang sekarat di antara kalian.”
Keempat, orang yang sedang mengalami sakit dan merasakan sudah adanya tanda-tanda kematian ia dianjurkan untuk berbaik sangka (husnudhan) kepada Allah. Dalam keadaan seperti ini yang terbaik ia lakukan adalah membuang jauh-jauh bayangan dosa dan kemaksiatan yang telah ia perbuat. Sebaliknya ia dianjurkan untuk membayangkan bahwa Allah akan menerimanya dan mengampuni semua dosa-dosanya.
Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim Allah berfirman:
“Aku bersama prasangka hamba-Ku kepadaku.”
Para ulama mengajarkan ketika seseorang dalam keadaan sehat maka rasa takutnya terhadap siksa Allah (khauf) dan harapannya terhadap rahmat Allah (raja’) mesti seimbang ada di dalam dirinya. Ada yang mengatakan rasa takutnya harus lebih banyak daripada harapannya. Namun ketika seseorang dalam keadaan sakit dan telah dekat kematiannya maka harapan pada rahmat Allah mesti harus lebih besar dari rasa takutnya atau bahkan hanya ada harapan saja di dalam dirinya kepada rahmat Allah. Ia mesti yakin bahwa Allah akan mengampuninya dan melimpahkan kasih sayang kepadanya.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!