Pondok Pesantren Putri ARIS Kaliwungu
didirikan oleh KH. Ahmad Dum Irfan, secara bertahap dan berproses secara
sistematis, terorganisai dan terkondisi dengan letak geografi dan geologis
budaya masyarakat sekitarnya. Hal ini menarik untuk dijadikan kajian komprehensif,
karena metode pendiriannya identik dengan pola pengembangan Islam di Jawa oleh
para wali, yaitu dengan mengedepankan pola interaksi dan partisipasi warga
masyarakat. Berikut proses pendirian Pondok Pesantren ARIS :
Pertama, hari Jum’at, 3 R. Tsani 1369 H, KH.
Ahmad Dum oleh ibunya dan sepupu tua KH. Ahmad Ru’yat, ulama kharismatik Kaliwungu,
dinikahkan dengan Nyai Masrikah putri H. Athoya, orang kaya dari Kp. Poting.
Ketika itu, kondisi sosial budaya Kp. Poting relatif tidak kondusif, karena
terdapat warung remang-remang yang menjajakan miras dan wanita pekerja sex
(WTS). Dari sinilah, pengembangan dakwah Islam KH. Ahmad Dum sebagai warga baru
Kp. Poting diuji. Dan hebatnya adalah pilihan dakwah KH. Ahmad Dum menitik
beratkan pada akulturasi, tidak dengan cara-cara konfrontatif, sehingga Kp. Poting
dengan sangat antusias mendukung gagasan-gagasan cerdasnya yang demokratis,
humanis dan anti kekerasan.
Kedua, pada tahun 1369 H, setelah menetap di
Kp. Poting, KH. Ahmad Dum berani dan mampu mendirikan Madrasah di Kp. Poting
Tengah (sekarang Pandean Bonsari), sebagai sebuah institusi formal yang
menfokuskan diri pada murid orang-orang tua baik laki-laki maupun perempuan.
Sehingga pada waktu itu Madrasah itu terkenal dengan sebutan Madrasah Jenggot.
Pertanyaannya adalah “ Kenapa muridnya orang tua, bukankah pendidikan lebih
ditekankan pada usia anak-anak ?”. Argumentasi KH. Ahmad Dum sangat sederhana “
Kalau ingin merubah sesuatu, yang mesti dipegang dulu adalah induknya, baru
anaknya.” Dan Alhamdulillah, proses penyadaran terhadap orang tua Kp.
Poting tentang ilmu agama memakan waktu kurang lebih 2 (dua) tahun berlangsung
dengan lancar.
|
Pengasuh Ponpes ARIS, KH. Hafidhin Ahmad Dum |
Ketiga, pada tahun yang sama, KH. Ahmad Dum
mempelopori kegiatan pembacaan kitab Al Barzanji / Dhiba’an, sebagai kegiatan
ritual warga yang melaksanakannya tidak di musholla atau Madrasah seperti
lazimnya, namun dari rumah ke rumah. Hal ini dimaksudkan agar bernuansa ibadah,
disamping menambah semangat silaturrahim atau kebersamaan antar warga secara
tidak langsung, juga mengasah kepekaan sosial warga Kp. Poting, ketika tahapan
awal sebagai upaya pendekonstruksian (Reformasi) moral dan budaya warga Kp.
Poting menunjukkan hasil yang positif. Pada tahun 1952 M, KH. Ahmad Dum yang
karena kegigihan dalam menegakkan kebenaran ajaran Allah, oleh warga masyarakat
dianugerahi gelar kyai dengan dukungan penuh ulama-ulama sepuh Kaliwungu dan
warga sekitar, karena telah berhasil :
1.) Merubah
nama Kp. Poting yang punya sejarah kelam, menjadi Kp. Saribaru yang diambil
dari bahasa Arab saro (berjalan) dan barun (baik) yang artinya
berjalan baik.
2.) Mendirikan Madrasah Ibtidaiyah “ Mustabaanul Khoirot” sekaligus
mendirikan Pondok Pesantren Putra yang diberi nama ARIS yang punya filosofi
ganda, ARIS adalah sifat kedewasaan dan ARIS kepanjangan dari Arribathul Islamiy
atau Perguruan Islam. Uniknya, wakif (yang mewakafkan) kesemuanya adalah
perempuan (Madrasahnya Wakaf dari Ibu Hafsah).
Ketika itu, Ponpes ARIS hanya mempunyai 2
kamar panggung yang dibangun sendiri oleh santrinya. Lurah pertama Ponpes ARIS
adalah Ust. Tamimi dari Sumber, Cirebon. Dengan berdirinya bangunan fisik
berupa pemondokan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, para santri pun
bertambah banyak sehingga jumlah santri mencapai 150 orang.
Pada tahun 1957 M, KH. Ahmad Ru’yat (Pengasuh
Ponpes APIK Kauman Kaliwungu) memanggil KH. Ahmad Dum Irfan, KH. Abdul Aziz
Irfan, KH. Humaidullah Irfan, KH. Ibadullah Irfan dan KH. Asror Ridwan. Mbah
Ru’yat mempunyai gagasan untuk mendirikan Pondok Pesantren Putri dan menunjukan
Pondok ARIS (yang semula pondok putra) untuk dijadikan Pondok Pesantren Putri.
3 santri putri orang Pemalang yang sementara dititipkan ditempat KH. Abdul Aziz
(sekarang Pondok Pesantren Al-Aziziyah). Lalu ada juga orang dari Tegal dan Weleri
yang menyerahkan putrinya kepada KH. Ahmad Dum dan dititipkan kepada K. Fadhol
(sekarang Ponpes Darussalam ).
Sebelum gagasan Mbah Ru’yat teralisir, KH.
Ahmad Dum keburu sakit dan meninggal dunia pada tahun 1959 M, dalam usia yang
relatif muda (29 tahun). Selanjutnya, pada tahun 1968, Mbah Ru’yat menikahkan KH.
Cholil Hasan (asal Nganjuk, Jatim) dengan Nyai Hj. Muzayyanah, janda dari KH.
Ahmad Dum. Kemudian, dibentuklah kepanitiaan pendirian Pondok Pesantren Putri
ARIS yang terdiri dari KH. Cholil Hasan, KH. Humaidullah Irfan, KH. Ibadullah
Irfan dan KH. Asror Ridwan. Kepanitiaan berhasil melaksanakan upaya membebaskan
tanah seluas 3.500 meter persegi serta meletakkan batu pertama sebagai pondasi
Pondok Pesantren ARIS, sampai selesai pada tahun 1978, sekaligus dibuka untuk
menerima santri putri bersamaan dengan pengajian kilat/pasaran bulan Ramadhan
1399 H bertepatan dengan tanggal 12 Agustus 1978 M dengan menerima santri
sebanyak 48 orang.
|
Santri Ponpes ARIS |
Barulah, pada tanggal 28 Agustus 1978 M,
Pondok Pesantren ARIS diresmikan sebagai Pondok Pesantren Putri dan dilatar
belakangi oleh para ulama Kaliwungu, dengan alasan :
1.) Kesederajatan mencari ilmu antara laki-laki dan perempuan.
2.) Semakin
maraknya santri putri berdatangan dari berbagai daerah.
3.) Pada tahun
itu di kota Kaliwungu Pondok Pesantren putri belum mencukupi.
Dengan
diasuh oleh KH. Cholil Hasan sebagai pemegang tongkat estafet Ponpes ARIS.
Perjuangan Al-Mukarrom KH. Ahmad Dum Irfan
yang diteruskan oleh KH. Cholil Hasan, penuh dengan cobaan dan tantangan yang
bertubi-tubi, benar kata pepatah “ Tak ada gading yang tak retak “ walaupun KH.
Cholil Hasan sudah mempertahankan, memaksimalkan untuk mencetak wanita sholehah
sebagai kader – kader Islam yang mampu mengangkat panji-panji Islam. Kini, kepengasuhan
Ponpes ARIS diteruskan oleh KH. Hafidzin Ahmad Dum (Putra pertama KH. Ahmad Dum
Irfan dengan Nyai Hj. Muzayyanah).
Masa kelam berlanjut dengan wafatnya Nyai Hj.
Muzayyanah pada tahun 1997 yang meninggalkan 2 putra dengan KH. Ahmad Dum Irfan
dan 3 Putri 2 putra dengan KH. Cholil Hasan.
KH. Hafidhin Ahmad Dum adalah putra pertama KH. Ahmad Dum Irfan dengan
Hj. Muzayyanah yang sampai sekarang (2014) menjadi Pengasuh Pondok Pesantren
Putri ARIS yang semakin tahun semakin berkualitas dalam segi ilmu pengetahuan
agamanya.