Karomah
Mbah Badawi
Dahulu, sebelum Masjid Besar al-Muttaqien
Kaliwungu mengalami pemugaran sebagaimana yang nampak seperti sekarang ini, di depan
Masjid al-Muttaqien tersebut terdapat suatu pasar, pasar sore namanya. Pasar
sore ini bukan sekadar seperti nama sekarang ini, tetapi memang betul-betul
merupakan pasar dengan segala atributnya. Dinamakan pasar sore, keramaiannya
pasar sore tersebut dimulai pada sore hari. Meski sekarang wujud pasarnya tidak
ada dan sekarang berubah menjadi tempat parkir milik Masjid Besar al-Muttaqien
Kaliwungu,akan tetapi namanya masih sangat dikenal oleh semua orang.
Menurut berbagai sumber, di pasar sore
tersebut dulu banyak sekali berkeliaran para wanita kupu-kupu malam atau wanita
penghibur (WTS). Mereka mulai beroperasi tentunya pada saat malam hari. Memang
banyak pihak yang sangat menyayangkan terhadap kondisi yang demikian. Hal ini
sangat dapat di maklumi karena sebagai tempat yang dekat dengan tempat ibadah
semestinya tempat itu harus bersih dari hal-hal yang demikian. Sebenarnya saat
itu sudah ada sekelompok pemuda yang sering mengusir dan menghalau para WTS
tersebut dengan sekenanya. Namun mereka ternyata harus berhadapan dengan aparat
pemerintah, karena langkah tersebut dinilai bertentangan hukum yang berlaku di
Indonesia dan dianggap melakukan pelecehan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Oleh sebab itu, para pemuda itu akhirnya tidak dapat berbuat seenaknya terhadap
kupu-kupu malam tersebut.
Pada dasarnya, semua yang masih berotak
waras memang menghendaki agar para penghibur hidung belang itu hengkang dari
pasar sore tersebut. Namun, mereka tidak mempunyai kiat-kiat khusus untuk
mengusir mereka. Adalah KH. A. Badawi salah seorang ulama Kaliwungu yang cukup
punya kepedulian tentang permasalahan tersebut. Beliau dengan inisiatif dan
cara beliau sendiri, setiap malam sekitar pukul 20.00 WIB sampai pukul 22.00
WIB selalu mengunjungi lokasi tersebut, pasar sore.
Biasanya para WTS duduk dibeberapa
becak yang mangkal disitu. Beliau tahu kalau yang duduk-duduk di becak-becak
tersebut adalah para penghibur hidung belang. Oleh sebab itu setiap beliau
mengunjungi tempat tersebut yang beliau dekati adalah tukang becaknya. Kemudian
setiap WTS di dekati beliau serta di pegang punggungnya. Secara syar’i dan
dhohirnya jelas cara yang demikian menyalahi hukum Islam. Sehingga pada saat
itu beberapa tokoh masyarakat yang sebagian adalah keponakan beliau sendiri
kurang berkenan dan tidak setuju dengan cara beliau ini, seperti KH.
Humaidullah Irfan, KH. Asror Ridwan, KH. Ibadullah Irfan dan beberapa tokoh
yang lain. Akan tetapi KH. A. Badawi tidak memperdulikannya.
Oleh sebab itu, pernah dari keponakan
beliau yang bernama Mas’ud bin H.Umar sowan (datang) dan matur pada beliau yang
intinya, “ Paman, orang-orang dan juga para kyai diantaranya KH. Humaidullah
Irfan, KH. Asror Ridwan, KH. Ibadullah Irfan dan kyai-kyai yang lain sangatlah
malu bila melihat paman sedang ngobrol dengan wanita malam (WTS). Para
kyai bilang sama saya sangatlah malu jika melihat tindakan Panjenengan
yang demikian, kalau bisa jangan begitu. Saya pun sebagai keponakan paman juga
merasakan malu jika paman seperti itu”. Apa jawab beliau, “ Hai Mas’ud,
aku akan memberimu hadiah uang saya yang tersimpan disabuk (ikat pinggang)ku
dan akan aku hadiahkan kamu semua sebanyak Rp.1.500.000,- jika kamu berani
mengikuti tindakan saya”. Meski diulang sampai tiga kali, Mas’ud sebagai
keponakan tidak mampu menjawab sepatah kata pun. Intinya Mas’ud tidak sanggup.
Selanjutnya Mas’ud pun ditanya oleh beliau, “ Apakah kamu tahu apa yang aku
lakukan?” Mas’ud menjawab, “saya tidak tahu maksud dan tujuan paman”,
“ kalau kamu tidak tahu, ya sudah diam saja, dan kalau kamu ingin tahu
jawabannya, nanti kalau aku sudah tidak ada (wafat)” pesan beliau.
Setelah beliau wafat, memang benar,
ternyata para pekeja wanita malam (WTS) sudah bersih sama sekali hingga
sekarang ini, perjudian dipasar pun sudah tidak ada. Ini dirasakan pada tahun
1977 M, setelah KH. A. Badawi wafat. Para kyai dan masyarakat Kaliwungu pun
baru mengakui usaha dan jasa KH. A. Badawi bin KH. Abdul Rasyid. Dan Alhamdulillah
kota Kaliwungu sekarang sudah bersih dari wanita pekerja malam.
Ini semua, antara lain berkat usaha
dari beliau KH. A. Badawi yang begitu gigih, berani dan sanggup menghadapi
semua ejekan dan cemoohan dari berbagai pihak. Dan para kyai dan masyarakat
pada saat itu luar biasa dalam merendahkan dan memojokkan beliau. Mungkin ilmu
yang diterapkan belum banyak dimengerti oleh kyai-kyai lain dan masyarakat pada
umumnya. Oleh sebab itu, setelah kewafatan beliau, hampir semua orang mengakui
bahwa beliau adalah wali dan bukan orang sembarangan. Dan sekarang kita semua
mengambil buah dari jerih payah perjuangan beliau. Sehingga sekarang nampak
lebih indah dan tentram dibanding dengan masa-masa sebelumnya. Setelah beliau
wafat pada tahun 1977 M., KH. Muslih Mranggen Demak pernah cerita di depan para
santrinya bahwa KH. A. Badawi bin KH. Abdul Rasyid itu bukan orang biasa,
beliau adalah ulama bashar dan seorang waliyullah.
Wallahu
A’lamu bi Muradih
Oleh
Saifurroyya Dari Berbagai Sumber
ADS HERE !!!