Tidak ada yang mengelak bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia paling baik, bahkan sempurna. Satu bukti, ia digelari Al-Amin (seorang yang jujur) oleh kaum Quraisy di zaman pra-Islam.
Namun demikian, seluruh keturunan yang mempunyai nasab langsung ke Nabi Muhammad SAW tidak menjamin bahwa akhlak orang tersebut baik. Alasan untuk persoalan tersebut dijelaskan secara lugas oleh Pimpinan Majelis Kanzus Sholawat Pekalongan, Habib Luthfi bin Yahya.
Rais Aam Idarah Aliyah Jamiyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) ini menerangkan, meskipun mempunyai nasab langsung ke Rasulullah, belum tentu akhlak orang itu baik karena ini persoalan ma’shum (dilindungi Allah dari dosa).
“Jangan heran jika (keturunan Nabi, red) ada yang berakhlak tidak baik, lah wong mereka tidak di-ma’shum kok,” tutur Habib Luhtfi dengan gaya bicaranya yang khas.
Dengan demikian, menurutnya, belajar dan memahami sejarah secara tuntas sebagai cerminan berpikir dan bertindak menjadi langkah penting, termasuk sejarah perjalanan Nabi Muhammad SAW yang penuh dengan teladan baik dan akhlak yang mengesankan.
Sebutan “Habib”
Beberapa waktu lalu, Prof HM. Quraish Shihab mengatakan bahwa sebutan “Habib” mempunyai makna orang yang dicintai sekaligus mencintai. Jadi menurut penulis Kitab Tafsir “Al-Misbah” ini, seseorang dengan sebutan “Habib” tidak hanya ingin dicintai, tetapi juga harus mencintai.
Prof. Quraish memberikan penekanan bahwa ada persoalan mendasar terkait sebutan “Habib”, yaitu akhlak. Terkait dengan akhlak ini, menjadi alasan fundamental bahwa tidak semua keturunan Rasulullah bisa disebut “Habib”.
Dari beberapa literatur, keturunan Nabi Muhammad SAW dari Sayyidina Husein disebut Sayyid, sedangkan dari Sayyidina Hasan disebut Syarif. Hasan dan Husein merupakan putra Sayyidah Fatimah binti Muhammad SAW dari hasil pernikahannya dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Selama ini, sebutan “Habib” harus melalui komunitas dengan berbagai persyaratan yang sudah disepakati. Hal ini ditekankan oleh organisasi pencatat keturunan Nabi, Rabithah Alawiyah. Di antaranya cukup matang dalam hal umur, memiliki ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas terhadap apapun, wara’ atau berhati-hati, serta bertakwa kepada Allah.
Tak kalah pentingnya, Rabithah Alawiyah yang dipimpin oleh Habib Zen bin Smith (salah satu Mustasyar PBNU) menekankan bahwa akhlak yang baik menjadi salah satu alasan utama keturunan Nabi disebut “Habib”.
Sumber : Situs PBNU
ADS HERE !!!