Hidayah Allah kepada manusia terdapat bermacam-macam bentuk:
1.) Hidayah dalam bentuk ilham. Hal ini dirasakan oleh anak kecil sejak ia dilahirkan. Seorang anak ketika membutuhkan makanan ia menangis sebagai pertanda.
2.) Hidayah berupa pancaindera. Kedua hidayah ini samasama dimiliki oleh manusia dan hewan. Bahkan pada hewan lebih sempurna dibanding yang ada pada manusia. Sebab, di dunia hewan ilham dan pancaindera akan lebih cepat tumbuh secara sempurna dalam waktu sangat singkat setelah kelahiran. Sementara di dunia manusia hidayah ini tumbuh secara bertahap.
3.) Hidayah berupa akal, hidayah ini lebih tinggi derajatnya dibanding hidayah ilham dan pancaindera. Secara naluriah, manusia akan hidup bermasyarakat dengan yang lainnya. Sedang ilham dan pancainderanya tidak cukup untuk menjalankan hidup bermasyarakat. Karenanya, manusia membutuhkan akal yang mampu mengoreksi segala kesalahan yang dilakukan oleh pancaindera. Bukankah orang yang melihat tongkat lurus di air akan terlihat bengkok di mata? Dan orang yang belum terbiasa merasakan sesuatu yang manis akan terasa pahit di lidahnya.
4.) Hidayah berupa agama dan syariat, hidayah ini merupakan kebutuhan mutlak bagi orang yang hawa nafsunya menguasai akal sehatnya, jiwanya terkekang oleh kemauan syahwatnya. Ia lebih memilih jalan yang penuh dengan lumpur dosa dan berbagai kejahatan, berbuat zalim kepada sesama, sehingga tercipta suasana saling menguasai dan bersaing secara tidak wajar antar sesama. Dengan hidayah ini, seseorang akan menerima petunjuk. Jika akal pikirannya mampu mengalahkan kemauan hawa nafsunya, maka akan tampak di matanya batasan-batasan dan syariat Allah. Kemudian, ia akan berdiri di atas garis-garis batas tersebut, dan mengekang kemauannya dari batasanbatasan yang ada.
Perlu diingat bahwa dalam diri manusia terdapat fitrah atau perasaan mengakui adanya kekuasaan gaib yang mengatur alam semesta ini. Segala bentuk kejadian yang tidak diketahui sebab-musababnya selalu dikembalikan kepada kekuatan tersebut. Manusia juga percaya bahwa di balik kehidupan duniawi yang serba terbatas ini terdapat kehidupan lain sesudahnya. Dengan akalnya, manusia tidak akan mampu berpikir bagaimana seharusnya melayani pemilik kekuasaan ini. Alam pikiran pun tidak akan sampai kepada apa yang bisa membuat bahagia dalam kehidupan ini. Karenanya, manusia membutuhkan hidayah agama (ad-din) yang diridai Allah lantaran hidayah tersebut memang diperuntukkan bagi umat manusia.
Al-Qur'an telah mengisyaratkan adanya hidayah-hidayah ini pada beberapa ayat. Seperti firman Allah:
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan).” (Al-Balad/90: 10)
Maksudnya adalah jalan kebajikan dan jalan kejahatan, atau jalan menuju kebahagiaan dan jalan menuju kesengsaraan, juga firman Allah:
“Dan adapun kaum Tsamud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk itu.” (Fushshilat/41: 17)
Artinya, Allah telah menunjukkan kepada kaum Tsamud jalan kebaikan dan jalan kejahatan, tetapi mereka lebih senang jalan kedua, yakni jalan kejahatan (jalan buta).
Dalam masalah ini, terdapat pula jenis hidayah berupa ma‘unah (pertolongan) dan at-taufiq yaitu sebuah kekuatan yang memotivasi berbuat kebaikan. Hidayah inilah yang setiap manusia diperintah Allah untuk selalu meminta, sesuai dengan firman-Nya:
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (Al-Fatihah/1: 6)
Pengertian ayat tersebut ialah: Berilah kami petunjuk dan pertolongan-Mu (Allah) yang gaib, sehingga kami terpelihara dari perbuatan salah dan sesat. Hidayah ini hanya ada pada Allah swt., dan kewenangan memberikan hidayah tidak akan diberikan kepada siapa pun. Dialah yang memiliki sifat sebagai Pemberi hidayah. Dan Nabi pun tidak mempunyai sifat ini, seperti digambarkan di dalam sebuah ayat:
“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki.” (Al-Qashash/28: 56)
Di dalam ayat lain Allah berfirman:
“Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Al-Baqarah/2: 272)
Kemudian Allah menetapkan sifat ini kepada diri-Nya sendiri, seperti ungkapan ayat berikut ini:
“Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (Al-An‘am/6: 90)
Hidayah dalam pengertian petunjuk kepada hal-hal yang baik dan benar — termasuk penjelasannya, mengakibatkan lahirnya kebahagiaan dan keberhasilan. Karenanya, hidayah seperti inilah yang dianugerahkan kepada para hamba-Nya. Hidayah ini juga ada pada diri Rasulullah saw. seperti yang diungkapkan di dalam Al-Qur'an:
“Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus.” (Asy-Syura/42: 52)
Sumber : Tafsir Al-Maraghi