“Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; sesungguhnya kami bekerja (pula)". Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan (Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya".Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam".Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling maka katakanlah: "Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum Ad dan kaum Tsamud".” (QS. Fushshilat: 1-13)
Ibnu Abi Syaibah, Abdu bin Humaid, Abu Ya‘la dan Al-Hakim mengeluarkan sebuah riwayat yang disahkan oleh Al-Hakim sendiri dan Ibnu Mardawaih, Abu Na‘im, Al-Baihaqi dan Ibnu Asakir, dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, “Pada suatu hari orang-orang Quraisy berkumpul lalu berkata, “Carilah orang yang paling pandai ilmu sihir, perdukunan dan berpantun di antara kalian, lalu suruhlah ia datang kepada laki-laki ini (Muhammad) yang telah memisah-misahkan jamaah dan memporak-porandakan persatuan kita dan mencela agama kita. Biarlah orang itu berbicara dengannya dan memperhatikan bagaimana jawaban yang akan dia sampaikan.” Orang-orang Quraisy yang lain berkata, “Kita tidak melihat seorang pun selain Utbah bin Rabi‘ah.” Maka mereka pun berkata, “Datanglah engkau kepadanya, hai Abal-Walid.” Maka Utbah pun datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata, “Hai Muhammad, manakah yang lebih baik, kamu ataukah Abdullah? Manakah yang lebih baik, kamu ataukah Abdul-Muttalib?”
Rasulullah saw. diam saja. Maka Utbah pun berkata, “Kalau kamu menganggap bahwa mereka lebih baik daripada kamu, maka sesungguhnya mereka telah menyembah sesembahan-sesembahan yang kamu cela. Dan kalau kamu menganggap bahwa dirimu lebih baik daripada mereka, maka berbicaralah sehingga kami dapat mendengar perkataanmu. Demi Allah sama sekali kami tak pernah melihat seekor domba pun yang lebih banyak mendatangkan kemalangan terhadap kaummu daripada kamu. Kamu telah memisah-misahkan jamaah kami dan memporak-porandakan persatuan kami, mencela agama kami dan membuat kami malu di tengah bangsa Arab yang lain, sehingga benar-benar telah tersebar di kalangan mereka berita bahwa di kalangan kaum Quraisy terdapat tukang sihir dan bahwa di tengah kaum Quraisy terdapat seorang juru ramal. Demi Allah kami tidak lagi menunggu kecuali semacam teriakan kemarahan di mana sebagian kita bangkit menyerang sebagian lainnya dengan pedang. Hai laki-laki, kalau kamu memang mempunyai kebutuhan, maka akan kami kumpulkan harta untukmu sehingga kamu menjadi orang yang paling kaya. Pilihlah wanita mana saja di antara wanita-wanita Quraisy yang kamu kehendaki biarlah kami kawinkan kamu dengan 10 wanita.” Rasulullah saw. berkata, “Selesai.” “Ya,” jawab Utbah. Rasulullah saw. pun menjawab dengan membaca surah Fushshilat ayat 1 sampai 13.
Utbah berkata, “Cukup, cukup. Tak ada lagi jawabanmu selain ini?” Jawab Rasul, “Tidak.” Maka Utbah pun pulang kepada kaum Quraisy. Maka mereka berkata, “Bagaimanakah hasilnya?” Utbah berkata, “Saya tidak meninggalkan sesuatu pun yang saya pikir tuan-tuan sekalian membicarakannya kecuali telah aku bicarakan dengannya.” Orang-orang Quraisy berkata, “Maka apakah dia memberi jawaban padamu?” Utbah berkata, “Demi yang mendirikan bangunan ini (yang dia maksud adalah Ka‘bah), saya tidak mengerti sesuatu pun yang dia katakan selain bahwa dia memperingatkan tuan-tuan sekalian tentang petir seperti yang pernah menimpa kaum ‘Ad dan Samud.” Orang-orang Quraisy berkata, “Celaka kamu, laki-laki itu berbicara kepadamu dengan bahasa Arab sedang kamu tidak mengerti apa yang dia katakan.” Utbah berkata, “Tidak demi Allah. Saya tidak mengerti sedikit pun apa yang ia katakan selain pembicaraan tentang petir.”
Al-Baihaqi telah mengeluarkan sebuah riwayat dalam Kitab Ad-Dala'il, dan begitu pula Ibnu Asakir dari Jabir bin Abdillah. Katanya: Abu Jahal dan pemuka-pemuka Quraisy berkata, “Persoalan Muhammad itu sungguh kabur bagi kami. Kalau kalian ingin mencari orang yang ahli sihir, tenung dan syair, maka biarkanlah orang itu berbicara dengan dia (Muhammad). Kemudian dia akan datang kepada kita untuk menjelaskan masalahnya.” Lalu berkata Utbah bin Rabi‘ah, “Demi Allah, aku telah mendengar sihir, tenung dan syair. Sedangkan aku telah mengetahui ilmu itu, dan tidak ada yang tersembunyi bagimu jika ilmunya seperti itu.”
Kemudian Utbah datang menemui Muhammad dan berkata, “Ya Muhammad, manakah yang lebih baik kamu ataukah Hasyim, manakah yang lebih baik kamu ataukah Abdul Muththalib.” Beliau tidak menjawabnya. Lalu Utbah berkata, “Mengapa engkau caci tuhan kami dan engkau katakana kami sesat? Jika engkau ingin tahta, kami serahkan kepadamu panjipanjinya sehingga engkau kami lantik menjadi pemimpin kami, jika engkau ingin wanita, kami kawinkan engkau dengan sepuluh wanita yang engkau sukai dari wanita-wanita Quraisy. Dan jika engkau inginkan harta, kami himpun untukmu harta benda apa saja yang engkau senangi.” Rasulullah masih berdiam saja, dan setelah selesai Utbah berbicara, Rasulullah membaca surah Fushshilat ayat 1 sampai 13, lalu Utbah minta rasul menghentikan pembicaraannya dan mohon belas kasihannya. Kemudian ia kembali kepada keluarganya, dan tidak bersedia keluar menemui orang-orang Quraisy. Ketika ia mengurung diri dari kaum Quraisy, mereka mengatakan, “Kami melihat Utbah telah kena sihir.” Lalu mereka berangkat ke rumahnya dan menanyakan, “Hai Utbah! Apakah engkau mengurung diri dari kami, karena engkau telah ditimpa oleh penyakit gila (kena sihir)?” Maka Utbah marah dan bersumpah tidak akan berbicara dengan Muhammad selama-lamanya. Kemudian ia berkata, “Demi Allah, sungguh aku telah berbicara dengan Muhammad dan ia menjawab pertanyaanku dengan suatu ungkapan yang bukan syair, bukan sihir dan bukan pula tenung. Dan ketika ia sampai kepada bacaan: (petir, seperti petir yang menimpa kaum Ad dan Samud), maka saya minta ia menghentikan pembicaraannya dan saya mohon belas kasihannya. Sungguh aku tahu bahwa bila Muhammad mengatakan sesuatu ia tidak pernah berdusta, maka saya khawatir kalian akan ditimpa azab.”
Sumber : Tafsir Al-Maraghi