Saya mempunyai kitab Huqbah min at-Tarikh, yang mana muallifnya saya rasa dari kaum salafi. Isi kitab ini saya rasa paling adil dan ringkas dalam pelurusan sejarah terbunuhnya Sayyidina Husein ra. di Karbala. Sebab banyak sekali cerita yang menyimpang ataupun palsu bertebaran tentang peristiwa pilu ini. Dan kitab ini salah satunya meluruskan sejarah tersebut.
Kemudian secara tidak sengaja saya menemukan ringkasannya dalam bahasa Indonesia yang dialihbahasakan oleh saudara kita dari kaum salafi. Tidak apa-apa. Sebab informasi ini menurut saya sangat penting sehingga kita terhindar dari mencela atau melaknat seseorang tertentu, apalagi kita yang notabene Ahlussunnah wal Jama'ah memiliki metode mutlak yang tidak membolehkan sembarangan melaknat perorangan. Berikut uraiannya:
Pembahasan tentang terbunuhnya cucu Rasulullah, asy-syahid Husein bin Ali ra. telah banyak ditulis, namun beberapa orang ikhwan meminta saya agar menulis sebuah kisah sahih yang benar-benar bersumber dari para ahli sejarah. Maka saya pun menulis ringkasan kisah tersebut sebagai berikut –sebelumnya Syaikh telah menulis secara rinci tentang kisah terbunuhnya Sayyidina Husein di kitab beliau Huqbah min at-Tarikh-.
Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk Irak mendengar kabar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah. Maka orang-orang Irak mengirimkan utusan kepada Husein yang membawakan baiat mereka secara tertulis kepadanya. Penduduk Irak tidak ingin kalau Yazid bin Muawiyah yang menjadi khalifah, bahkan mereka tidak menginginkan Muawiyah, Utsman, Umar, dan Abu Bakar menjadi khalifah, yang mereka inginkan adalah Ali dan anak keturunannya menjadi pemimpin umat Islam. Melalui utusan tersebut sampailah 500 pucuk surat lebih yang menyatakan akan membaiat Husein sebagai khalifah.
Setelah surat itu sampai di Mekah, Husein tidak terburu-buru membenarkan isi surat itu. Ia mengirimkan sepupunya yang bernama Muslim bin Aqil untuk meneliti kebenaran kabar baiat ini. Sesampainya Muslim di Kufah, ia menyaksikan banyak orang yang sangat menginginkan Husein menjadi khalifah. Lalu mereka membaiat Husein melalui perantara Muslim bin Aqil. Baiat itu terjadi di kediaman Hani’ bin Urwah.
Kabar pembaiatan Husein ini terdengar oleh Yazid bin Muawiyah di ibu kota kekhalifahan, Syam. Lalu ia mengutus Ubaidullah bin Ziyad menuju Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam pemberontakan penduduk Kufah terhadap otoritas kekhalifahan. Berangkatlah Ubaidillah ke Kufah. Setibanya di Kufah, ternyata masalah ini sudah sangat memanas. Ia terus menanyakan perihal ini hingga akhirnya ia mengetahui bahwa kediaman Hani’ bin Urwah adalah sebagai tempat berlangsungnya pembaiatan dan disitu juga Muslim bin Aqil tinggal.
Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani’ bin Urwah walaupun sebenarnya ia sudah tahu tentang segala kabar yang beredar. Dengan berani dan penuh tanggung jawab terhadap keluarga Nabi (Muslim bin Aqil adalah keponakan Nabi), Hani’ bin Urwah mengatakan, “Demi Allah, sekiranya (Muslim bin Aqil) bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya kepadamu!” Ubaidullah lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan.
Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil bersama 4000 orang yang membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad. Pengepungan itu terjadi di siang hari. Ubaidullah bin Ziyad merespon ancaman Muslim bin Aqil dengan mengatakan akan mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan belumlah matahari terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim bin Aqil pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim bin Aqil meminta izin untuk mengirim surat kepada Husein. Keinginan terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat Muslim kepada Husein adalah “Pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki pandangan (untuk mempertimbangkan masalah)”. Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal saat itu adalah hari Arafah (9 Dzulhijjah).
Sementara itu, Husein telah berangkat dari Mekah menuju Kufah di hari tarwiyah (8 Dzulhijjah), sehari sebelum terbunuhnya Muslim bin Aqil. Banyak para sahabat Nabi menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Said al-Khudri, Abdullah bin Amr, saudara tiri Husein, Muhammad al-Hanafiyah dan sahabat Nabi lainnya.
Abu Said al-Khudri ra. mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita kepadaku bahwa orang-orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu, Ali bin Abi Thalib, mengatakan tentang penduduk Kufah, ‘Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan (mudah berubah). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika menghadapi pedang (penakut)’.
Abdullah bin Umar ra. mengatakan: “Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi saw. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beliau antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak menginginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, Demi Allah, tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”. Husein tetap enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu mengatakan, “Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan”.
Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah kabar kepada Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun sadar bahwa keputusannya ke Irak keliru, dan ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak Muslim bin Aqil mengatakan, “Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami”. Karena menghormati Muslim bin Aqil dan berempati terhadap anak-anaknya, Husein akhirnya tetap berangkat menuju Kufah dengan tujuan menuntut hukuman bagi pembunuh Muslim bin Aqil.
Bersamaan dengan itu, Ubaidullah bin Ziyad telah mengutus al-Hurru bin Yazid at-Tamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk menghadang Husein agar tidak memasuki Kufah. Bertemulah al-Hurru dengan Husein di Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein mengatakan, “Celakalah ibumu, menjauhlah dariku”. Al-Hurru menjawab, “Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia”.
Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Sa’ad. Husein mengatakan, “Apa nama tempat ini?” Orang-orang menjawab, “Ini adalah daerah Karbala.” Kemudian Husein menanggapi, “Karbun (musibah) dan bala’ (bencana).”
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Husein ra. menyadari tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan, “Aku ada dua alternatif pilihan; 1). Kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang atau 2). Kalian biarkan aku pergi menghadap Yazid di Syam". Umar bin Sa'ad menjawab: "Engkau pergi saja menghadap Yazid, tapi sebelumnya aku akan menghadap Ubaidullah bin Ziyad terlebih dahulu". Setelah menghadap ke Ubaidullah, ternyata Ubaidullah menolak jika Husein pergi menghadap Yazid sendiri. Ia menginginkan agar Husein ditawan menghadapnya berdasarkan bujukan Syamr bin Dzi al-Jausyan. Mendengar hal itu Husein pun menolak untuk menjadi tawanan.
(Bersambung)