Tepat di sepertiga malam seperti ini, malam Jum’at 15 Ramadhan 1425 H./ 29 Oktober 2004 M., berpindahlah ruh As-Sayyid Prof. DR. Abuya Muhammad Alawi Al-Maliki Al-Hasani menuju kehadirat Sang Pencipta. Dan pada saat ini, di rumah beliau, Rushaifah, Mekkah, sedang mengadakan haul mengenang beliau.
Bagaimanakah kiprah Sang ‘Alimul Hijaz ini sekaligus ulama besar kaum Ahlussunnah wal Jama’ah kota Mekkah dan pentolan kaum Ahlussunnah wal Jama’ah dunia abad 21. Beliau telah diakui ke’aliman dan kedalaman ilmunya oleh ulama-ulama dunia.
Beliau adalah ulama negeri Hijaz, berperawakan gagah, tampan dan menyenangkan jika dilihat. Bagaimana tidak? beliau adalah salah satu keturunan Nabi Muhammad saw. dari jalur Sayyidina Hasan ra. dan beliau juga termasuk dari keturunan Sulthanul Awliya’, Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani. Jadi, kedalaman ilmu yang dimilikinya dan kemuliaan akhlaknya melengkapi pribadinya yang ‘alim dan bijaksana.
Kalimat-kalimatnya mudah dipahami, keterangan-keterangannya membuka pemahaman, setiap untaian kalimatnya ketika menceritakan tentang Rasulullah saw. membuat pendengar semakin mengetahui hakikat Nabi Muhammad saw. dan membuat hati semakin berkobar rasa cinta dan rindu kepada Nabi Muhammad saw.
Beliau mulai mengajar di Masjidil Haram menggantikan ayahnya, Sayyid Alawi al-Maliki setelah tiga hari kewafatan sang ayah atas permintaan para ulama Mekkah pada waktu itu yang diketuai Syaikh Hasan Masysyat. Tepatnya malam Rabu 25 Shafar 1392 H. Beliau benar-benar menempuh jejak ayahnya dalam memberikan petunjuk kepada mereka yang tidak tahu arah. Menerangi hati dan melembutkannya, maka tidak jarang materi dan penyampaian beliau membuat air mata mengalir dan memberikan bekas dalam hati orang-orang yang mendengar dan menyimaknya.
Beliau adalah seorang ulama yang mempunyai prinsip yang sangat kuat, tidak akan menyerah dalam mengatakan kebenaran, walaupun nyawa taruhannya. Kita semua tahu, bahwa di Arab Saudi termasuk Kota Suci Mekkah banyak golongan yang suka mengkafirkan dan membid’ahkan sesama Islam. Bahkan golongan itu adalah golongan yang mempunyai kekuasaan (menguasai kerajaan). Akan tetapi, dengan keilmuan dan cara dakwah beliau yang memikat hati, beliau dengan izin Allah mampu merangkul para Amir dan pembesar kerajaan Saudi sekaligus masyarakat umumnya, lalu memberikan mereka pemahaman yang benar tentang apa itu Ahlussunnah wal Jama’ah.
Dan itu sangat terlihat jelas hasilnya, sehingga banyak sekali acara-acara haflah maulid dan hari-hari besar Islam diadakan disana, yang mana sebelumnya itu merupakan larangan keras. Walaupun para dedengkot ahli membid’ahkan terus memfitnah beliau, tapi beliau terus saja mendakwahkan kebenaran tanpa rasa takut sedikit pun.
Beliau merupakan orang yang sangat tidak suka fanatik mazhab. Walaupun beliau bermazhab Maliki, namun beliau mengetahui semua ajaran mazhab 4. Santri-santri beliau kebanyakan bermazhab Syafi’i, beliau pun menerangkan kepada mereka tentang mazhab Syafi’i. Oleh Karena itu, beliau selalu berkata, “Aku adalah putra dari 4 mazhab”.
Rumahnya tidak pernah sepi dari tamu-tamu Allah yang sowan kepada beliau untuk mendengarkan pengajian, nasihat ataupun sekedar mengharap berkah dari do’a beliau. Beliau adalah orang yang kaya raya dan ahli sedekah, bahkan hampir semua tamu yang datang kepada beliau pasti beliau beri “sangu”, berapa pun banyaknya tamu itu.
Beliau adalah salah satu dari sekian banyak hamba Allah yang memiliki hubungan sangat erat dengan Rasulullah saw. dalam setiap keadaan. Tidaklah beliau akan melakukan sesuatu, melainkan beristikharah terlebih dahulu dan menjadikan Nabi Muhammad saw. sebagai washilah (perantara) dalam istikharahnya (tidak melaksanakan sesuatu sampai Rasulullah merestuinya). Dan itu sangat jelas sekali bagi murid-muridnya, terutama ketika beliau akan membuka pesantren, beliau tidak mau membuka sebelum ada kabar baik (bisyaroh) dari Rasulullah saw., sekaligus Rasulullah sendiri beserta Sayyidah Fatimah yang menjadi Pengasuh dan Pembimbing pesantrennya. Bahkan ketika beliau hendak menerima santri baru yang menetap di Ribath (pesantren), beliau beristikharah dulu menunggu apa kata Rasullullah saw., begitu pula untuk mengizinkan santrinya pulang (boyong) ke tanah kelahirannya, beliau tetap menunggu isyarah Rasulullah saw.
Berapa banyak orang bermimpi Rasulullah saw. terutama santri-santri beliau, ketika mereka melihat Rasulullah saw. maka mereka seolah-olah sedang melihat Abuya Sayyid Muhammad. Ketika beliau berkunjung ke Indonesia menghadiri Haul Pengarang Kitab Simthud-Dhurar, anak-anak kecil ketika melihat beliau, menjerit-jerit berteriak “Ya Rasulullah”. Bahkan ada beberapa sampai pingsan. Sebab menjadi adat orang tua disana menceritakan tentang Rasulullah saw. kepada anak-anak mereka. Dan ketika mereka melihat Abuya Sayyid Muhammad, seolah mereka sedang menyaksikan Rasulullah saw., karena cahaya dan kegagahan Abuya Sayyid Muhammad merupakan bawaan dari kakek buyutnya yaitu Baginda Nabi Muhammad saw. Sungguh, beliau benar-benar pewaris Nabi Muhammad saw.
Jika kita melihat gaya bicara beliau, kita bisa melihat bagaimana indahnya mulut beliau dalam menguntaikan kata-kata. Sehingga kita bisa menyaksikan “Mimiyyul Fammi” Rasulullah saw. yang disebutkan dalam Kitab Maulid Ad-Diba’.
Pada Hari Jum’at siang beberapa jam setelah beliau wafat, di Masjidil Haram terjadi keanehan, ada suara yang begitu kencang seperti suara mesin pesawat, lalu orang-orang yang berada di sekitar Ka’bah terpental seolah diserbu banyak orang yang tidak terlihat. Ini disaksikan dan diceritakan oleh teman orang tua saya yang waktu itu menyaksikan kejadian itu.
Pada malam Selasa 12 Ramadhan 1425 H., tiga hari sebelum wafatnya, beliau bersama para ulama dari berbagai negara membaca qashidah dan shalawat-shalawat. Ada yang berbeda waktu itu, semua ulama yang membaca qashidah, semuanya dengan nada pelan dan tenang, tidak seperti biasanya menggebu-gebu, kemudian ditutup dengan qashidah Sayyidah Khadijah oleh Abuya Sayyid Muhammad dengan nada yang lembut. Kemudian do’a oleh para ulama bergiliran, semuanya dengan lembut, dan diakhiri oleh Abuya Sayyid Muhammad sendiri dengan nada yang sangat lembut dan halus. Padahal kita tahu bagaimana nada beliau biasanya ketika berdo’a. Alhamdulillah, qashidah-qashidah ini direkam oleh ayah saya waktu itu.
Dan setelah beliau di shalatkan di Masjidil Haram, dibawa menuju pemakaman Ma’la diiringi oleh ribuan orang, yang mana jalan dari Masjidil Haram sampai pemakaman Ma’la penuh dengan lautan manusia, mereka berteriak melafalkan tahlil sebagaimana adat orang Indonesia. Dan itu sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya di sana. Tentara pun diturunkan untuk menjaga keamanan dan memberi ruang untuk jalannya jenazah. Ketika sampai di pemakaman Ma’la, keranda tidak mau langsung menuju kuburan, tapi malah menuju makam nenek buyutnya yaitu Makam Sayyidah Khadijah al-Kubra terlebih dahulu untuk sowan, dan banyak orang menyaksikan keajaiban disana, yang tidak bisa kami ceritakan di sini.
Pada suatu ketika, saat beliau berkunjung ke Indonesia, beliau sempatkan untuk ziarah ke makam Sunan Giri. Ketika selesai dan keluar dari makam tiba-tiba beliau kembali masuk lagi, lalu keluar dari kamar (ruangan) makam Sunan Giri dengan membawa sebuah benda berbentuk bulat lonjong seperti telur, disitu tertulis nama para Wali Quthub dari Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani turun-temurun sampai Sunan Giri dan terakhir nama beliau sendiri.
Dalam kewaliannya, beliau meniru Syaikh Abul Hasan As-Syadzily, menutupi kewaliannya dengan kemewahan. Sedangkan cara beliau melobi penguasa, persis cara Imam Malik menghadapi raja pada zamannya.
Sungguh begitu banyak karamah beliau. Jangankan beliau, santrinya saja ada yang biasa bertemu Rasulullah saw. secara terjaga. Tapi beliau selalu menampakkan ilmu, karena itu yang lebih utama.
Kalam-Kalam beliau:
“Sifat zuhud bukan terletak pada pakaian dan penampilan. Tetapi terletak disini (yakni hati).”
“Syariat kita (Agama Islam) menerima peran akal, namun tidak bisa diatur oleh akal.”
“Aku tidak mempunyai banyak amalan dan ibadah, aku berharap semoga Allah swt. menerimaku berkat membantu orang lain.”
“Barangsiapa yang dihatinya tidak terdapat belas kasih dan kasih sayang kepada semua kaum muslimin, terutama kepada mereka yang mendapat musibah dan ujian serta mereka yang lemah dan miskin, maka itu disebabkan kerasnya hati, lunturnya keimanan dan jauhnya dia dari Allah.”
Semoga dengan sedikit cerita ini, hati kita tergerak untuk semakin mencintai ulama, mengikuti arahan mereka, dan semakin merindukan Panglimanya Ulama, Sayyidina Rasulullah Muhammad saw.
Al-fatihah Khushushan ila Hadhrati Abuya Sayyid Muhammad wa ila Hadrati Rasulillah Muhammad saw …
Wallahu A’lam
Sumber : FB. Alawi Rijalillah