Syeikh Ibnu Atha’illah berkata, bahwa hadirnya hati bersama Al-Rabb itu dibagi menjadi tiga bagian; Pertama, hadirnya hati. Kedua, hadirnya ruh, dan Ketiga, hadirnya sirr.
Hadirnya hati itu bagi Sairin (pencari hakikat tingkat awal), hadirnya ruh bagi mustasyrifin (pencari hakikat tingkat menengah), dan hadirnya sirr bagi mutamakkinin (pencari hakikat tingkat tinggi yaitu berada di tempat yang mapan). Atau bisa disebut juga, bahwa hadirnya hati itu bagi orang yang berada pada maqam (derajat) muraqabah (pendekatan), dan hadirnya ruh berada pada maqam musyahadah (kesaksian), sedangkan hadirnya ruh pada maqam mukalamah (percakapan).
Apabila ruh itu sering berubah-ubah, terkadang lupa terkadang hadir (ingat), maka pada saat ruh seperti itu hati dalam kondisi hadir, dan ketika ruh sedang dalam kondisi senang/bahagia karena wushul (وصال), maka hati berada pada حضرة الأرواح, sedangkan ketika ruh telah berada pada tempat yang tetap, bersih, dan telah menjadi sirr Allah, maka ruh yang demikian itu telah berada pada maqam sirr.
Syeikh Ibnu Ajibah berkata, bahwa maqam Muqaddas itu tidak bisa masuk di dalamnya, kecuali orang-orang yang suci hatinya. Maka haram bagi hati orang yang sedang junub masuk ke dalam masjid Hadrah, dan jinabatnya hati adalah lupanya hati kepada Allah SWT.
Kesimpulan:
Apa yang dialami oleh para pencari hakikat sebagaimana kajian di atas, pengalaman spiritualnya adalah berdasarkan penglihatan mata batin (bashirah), dan bukan mata lahir (bashar) sebagaimana penglihatan orang awam. Jadi bagi orang yang telah mencapai maqam musyahadah ataupun mukalamah, maka ia telah mampu menggunakan bashirah, sedang orang yang masih berada pada maqam muraqabah, ia baru bisa menggunakan basharnya.
Adapun tanda tandanya adalah:
1.) Jika seseorang berdzikir masih menggunakan lisan (باللسان), dan disertai rasa (hudlur) atau (حضور القلب), maka ia masih berada pada maqam muraqabah.
2.) Jika seseorang berdzikir dengan ruhnya, maka ia berada pada maqam musyahadah.
3.) Jika seseorang berdzikir dengan sirr, dan telah dapat menafikan segala sesuatu selain Allah, maka ia telah berada pada maqam mukalamah (mampu berbicara dengan sirr-Nya).
Lalu pertanyaannya, sudah berada dimanakah maqam kita?
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PCNU Kendal
ADS HERE !!!