“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapa lama kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah : 259)
Dalam ayat di atas, Allah memberikan perumpamaan lain, yang juga bertujuan untuk membuktikan kekuasaan-Nya. Akan tetapi tokoh yang dikemukakan dalam perumpamaan ini bukanlah seorang yang ingkar dan tidak percaya kepada kekuasaan-Nya, melainkan seorang yang pada mulanya masih ragu tentang kekuasaan Allah, tetapi setelah melihat berbagai bukti yang nyata maka dia beriman dengan sepenuh hatinya dan mengakui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Disebutkan bahwa orang itu pada suatu kali berjalan melalui suatu desa yang sudah merupakan puing-puing belaka. Bangunannya sudah roboh, sehingga atap-atap yang jatuh ke tanah sudah tertimbun oleh reruntuhan dindingnya. Karena masih meragukan kekuasaan Allah, maka ketika dia menyaksikan puing-puing tersebut dia berkata, “Mungkinkah Allah menghidupkan kembali desa yang telah roboh ini, dan mengembalikannya kepada keadaan semula?”
Keraguannya tentang kekuasaan Allah untuk dapat mengembalikan desa itu kepada keadaan semula, dapat kita terapkan kepada sesuatu yang lebih besar dari itu, yakni: “Kuasakah Allah untuk menghidupkan makhluk-Nya kembali pada hari kebangkitan, setelah mereka semua musnah pada hari kiamat?”
Oleh karena orang tersebut bukan orang kafir, melainkan orang yang masih berada dalam tingkat keragu-raguan tentang kekuasaan Allah, dan dia memerlukan bukti dan keterangan, maka Allah berbuat sesuatu yang akan memberikan keterangan dan bukti tersebut kepadanya. Kejadian tersebut adalah demikian: Setelah dia menemukan desa itu sunyi sepi dan bangunan-bangunannya sudah menjadi puing, dia masih menemukan di sana pohon-pohon yang sedang berbuah. Lalu dia berhenti di suatu tempat, dan setelah menambatkan keledainya maka dia mengambil buah-buahan dan dimakannya. Sesudah makan ia pun tertidur. Pada saat itu Allah swt mematikannya, yaitu dengan mengeluarkan rohnya dari jasadnya. Seratus tahun kemudian Allah swt menghidupkan-Nya kembali, dengan mengembalikannya seperti keadaan semula, dan mengembalikan ruhnya ke tubuhnya. Proses “menghidupkan kembali” ini berlangsung dengan cepat dan mudah, tanpa melalui masa kanak-kanak dan sebagainya. Sisa makanan yang ditinggalkannya sebelum dia dimatikan, ternyata masih utuh dan tidak rusak, sedang keledainya sudah mati, tinggal tulang-belulang belaka. Setelah dia dihidupkan seperti semula, maka Allah mengajukan suatu pertanyaan kepadanya, “Sudah berapa lamakah kamu berada di tempat itu?” Allah swt mengajukan pertanyaan itu untuk menunjukkan kepadanya bahwa dia tidak dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk hal ihwal dirinya sendiri. Hal ini ternyata benar. Orang itu menyangka bahwa dia berada di tempat itu baru sebentar saja, yaitu sehari atau setengah hari. Sebab itu dia menjawab, “Aku berada di tempat ini baru sehari atau setengah hari saja”.
Lalu Allah menerangkan kepadanya bahwa dia telah berada di tempat itu seratus tahun lamanya. Kemudian Allah menyuruhnya untuk memperhatikan sisa-sisa makanan dan minuman yang ditinggalkannya seratus tahun yang lalu, yang masih utuh dan tidak rusak. Ini membuktikan kekuasaan Allah, sebab biasanya makanan menjadi rusak setelah dua atau tiga hari saja. Allah juga menyuruhnya untuk memperhatikan keledainya yang telah menjadi tulang-belulang pada tempat itu. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menyusun tulang-tulang itu di tempat dan susunannya semula. Sesudah itu diberi-Nya daging dan kulit serta alat tubuh lainnya, serta ditiupkan-Nya roh ke tubuh keledai itu sehingga ia hidup kembali.
Setelah melihat berbagai kenyataan itu semuanya, maka orang tersebut menyatakan imannya dengan ucapan, “Sekarang aku yakin benar bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati.” Berdasarkan keyakinan itu hilanglah keragu-raguannya tentang hari kebangkitan.
Sebagian besar mufassir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kampung tersebut adalah Baitulmaqdis, dan orang yang lewat adalah Nabi Uzair bin Syarkhaya.
Wallahu A’lam
Sumber : Tafsir Ibnu Katsir
ADS HERE !!!