Sakit dan pedihnya para pejuang Indonesia dalam menjaga martabat bangsa dari kungkungan penjajah dapat dirasakan nikmatnya oleh generasi saat ini. Bahkan kegigihan dalam mempertaruhkan jiwa dan raga patut menjadi kesadaran kolektif bahwa bangsa ini merdeka karena perjuangan keras di atas cucuran darah para pejuang sehingga rakyat Indonesia sekarang wajib menjaga hasil perjuangan para pahlawan tersebut.
Kepedihan perjuangan untuk melawan ketidakperikemanusiaan penjajah dirasakan betul oleh gurunya para kiai di Nusantara, Hadlratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947). Pahlawan Nasional, Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) tersebut digelandang oleh tentara Nippon (Jepang) karena alasan mengada-ada, berupaya melakukan pemberontakan.
Lalu ayah KH. Abdul Wahid Hasyim ini dipenjara dan mengalami siksa pedih dari tentara Jepang untuk alasan yang tidak pernah diperbuatnya. Meski mengalami beragam kekerasan di dalam penjara, kakek dari KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tidak menyurutkan sedikit pun semangat menegakkan agama Allah dengan tetap melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan mengulang hafalan hadits-hadits dalam kitab Sahih Bukhari dan menolak dengan tegas agar hormat menghadap matahari sebagai sikap tunduk dan patuh kepada Kaisar Jepang, Teno Heika.
Kisah keteguhan hati KH. Hasyim Asy’ari dengan tetap menghafal Al-Qur’an dan Kitab Hadits Sahih Bukhari selama dipenjara oleh Jepang diriwayatkan oleh Komandan Hizbullah wilayah Jawa Tengah, KH. Saifuddin Zuhri saat berbincang dengan KH. Abdul Wahid Hasyim (Berangkat dari Pesantren, 2013) dalam sebuah kesempatan sesaat setelah KH. Hasyim Asy’ari dibebaskan oleh Jepang melalui diplomasi KH. Abdul Wahab Chasbullah dan Gus Wahid Hasyim sendiri.
“Bagaimana kabar Hadlratussyekh setelah keluar dari tahanan Nippon?” tanya KH. Saifuddin Zuhri mengawali obrolan dengan KH. Abdul Wahid Hasyim.
KH. Abdul Wahid Hasyim menjelaskan bahwa kesehatan ayahnya justru semakin membaik. Bahkan salah satu perumus dasar negara Indonesia itu mengabarkan bahwa ayahnya selama di penjara mampu mengkhatamkan Al-Qur’an dan Kitab Hadits Sahih Bukhari berkali-kali.
“Alhamdulillah, kesehatannya justru semakin membaik. Selama dalam penjara, Hadlratussyekh bisa mengkhatamkan Al-Qur’an dan Kitab Hadits Sahih Bukhari berkali-kali,” terang KH. Abdul Wahid Hasyim kepada KH. Saifuddin Zuhri.
Dalam kesempatan tersebut, KH. Abdul Wahid Hasyim menjelaskan bahwa Jepang telah melakukan politik kompensasi terhadap Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari. KH. Abdul Wahid Hasyim memahami beberapa alasan Jepang dalam melakukan langkah tersebut selain diplomasi handal dari KH. Abdul Wahab Chasbullah dan dirinya untuk membebaskan Rais Akbar NU tersebut.
KH. Abdul Wahid Hasyim menguraikan, politik kompensasi itu entah karena kedudukan perang Nippon (Jepang) yang mulai terdesak oleh serangan-serangan sekutu terutama Amerika, entah karena salah langkah dalam menghadapi umat Islam, entah karena mengalami tekanan batin terkait informasi yang salah tentang Hadlratussyekh, entah karena yang lainnya.
Politik kompensasi yang dimaksud ialah Hadlratussyekh ditunjuk oleh Jepang untuk menjadi Shumubucho, Kepala Jawatan Agama yang sebelumnya dijabat oleh seorang Jepang, Kolonel Horie.
KH. Abdul Wahid Hasyim menerangkan bahwa Hadlratussyekh telah melakukan langkah bijaksana dengan menerima kompensasi tersebut. Karena jika menolaknya, bisa dianggap oleh Nippon sebagai sikap tak mau kerja sama. Jangan dilupakan, Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari baru saja mengalami penderitaan selama lima bulan di penjara.
Namun jabatan tersebut secara operasional diserahkan kepada KH. Abdul Wahid Hasyim karena faktor usia dan kesibukan mengajar Hadlratussykeh di Tebuireng yang tidak memungkinkannya untuk bolak-balik Tebuireng-Jakarta.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!