Alhamdulillah merupakan ungkapan syukur yang biasa kita dengar dan ucapkan. Saat mendapatkan rezeki, hadiah, kejutan dan lain-lain. Dalam beberapa literatur keislaman, kata Alhamdulillah bahkan selalu berada di awal kata pengantar muallif (pengarang kitab). Hampir seluruh muallif mengawali karyanya dengan bacaan alhamdulillah.
Namun, ternyata alhamdulillah tidak hanya disunnahkan untuk dibaca setelah mendapat nikmat saja. Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar an-Nawawi menjelaskan beberapa hal yang disunnahkan untuk membaca hamdalah (Alhamdulillah).
“Disunnahkan memulai dengan ‘alhamdulillah’ untuk setiap muallif, orang yang belajar, orang yang mengajar, orang yang diceramahi dan orang yang berceramah, serta dalam perkara-perkara penting yang lain.” (Imam an-Nawawi, al-Adzkar an-Nawawi, jilid 1, hal. 172)
Pertama, disunnahkan membaca alhamdulillah dalam setiap permulaan menulis karya.
Kedua, disunnahkan juga membaca alhamdulillah di permulaan belajar maupun mengajar.
Ketiga, saat berceramah, baik untuk orang yang berceramah maupun orang yang mendengarkan ceramah. Hal ini disebutkan oleh Imam as-Syafi’i, bahwa ia sangat menganjurkan setiap orang yang melakukan hal-hal penting untuk membaca alhamdulillah, termasuk ceramah.
“Imam as-Syafi’i rahimahullah berkata: Aku lebih suka orang yang mengawali setiap khutbahnya (ceramahnya) dan setiap hal yang dicari dengan: memuji kepada Allah swt. (membaca alhamdulillah) dan membaca shalawat kepada Rasulullah saw. (lihat: Imam an-Nawawi, al-Adzkar an-Nawawi, jilid 1, hal. 172)
Tidak hanya sunnah, dalam khutbah Jum’at, membaca alhamdulillah bahkan menjadi salah satu rukun khutbah Jum’at, jika tidak ditepati, maka khutbah tersebut tidak sah.
Keempat, setelah selesai makan dan minum.
“Disunnahkan (membaca alhamdulillah) setelah makan dan minum, setelah bersin dan ketika melamar seorang perempuan, yaitu meminta menjadi istrinya, begitu juga ketika akad nikah, dan setelah keluar dari toilet.” (Imam an-Nawawi, al-Adzkar an-Nawawi, jilid 1, hal. 172)
Kelima, berdasarkan ibarah tersebut, disunnahkan juga mengucapkan alhamdulillah setelah bersin. Tentu hal ini sudah sangat maklum bagi kita.
Keenam, ketika melamar seorang perempuan.
Ketujuh, ketika akad nikah.
Kedelapan, setelah keluar dari toilet.
Kesembilan, ketika mengawali dan mengakhiri doa.
Kesepuluh, ketika mendapatkan nikmat atau terhindar dari bencana. Kondisi ini, biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Kesebelas, ketika salah satu keluarga ada yang meninggal dunia. Dalam kasus yang disebutkan dalam hadis, bahwa Allah menjanjikan surga bagi seorang hamba yang ditinggal mati oleh anaknya, kemudian ia membaca hamdalah dan istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi rajiun).
“Dari Abu Musa al-Asyari, bahwa Rasulullah bersabda, “Jika seorang anak hamba Allah meninggal, Allah akan berkata kepada para malaikatnya, “Kalian sudah mengambil ruh anak hamba-Ku?” para malaikat tersebut kemudian menjawab, “iya.” Allah kemudian bertanya lagi, “Kalian sudah mengambil ruh buah hatinya?” Para malaikat pun menjawab, “iya.” Allah kemudian bertanya lagi, “Apa yang diucapkan hamba-Ku?” Para malaikat menjawab, “Ia memujimu dan beristirja’” Maka Allah berfirman, “Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga, dan namailah dengan bait al-hamd.” Imam at-Tirmidzi berkata bahwa hadis ini adalah hadis hasan. (Imam an-Nawawi, al-Adzkar an-Nawawi, jilid 1, hal. 173)
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU