وَيَسْأَلُوْنَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُوْ
عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا
“ Mereka
akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah: ‘Aku akan bacakan
kepadamu cerita tentangnya’ “. (QS. Al-Kahfi : 83)
Konon, Raja Philips II sangat gelisah ketika
memiliki anak laki-laki. Bagaimana dapat mendidiknya sehingga dapat menjadi
pewaris kerajaan yang kuat, adil dan bijak. Sebab, sebagai Raja tentunya tidak
dapat mendidik anaknya dengan segala pengawasan dan perhatian yang dibutuhkan
secara penuh.
Setelah menginjak dewasa (tamyiz),
anaknya diserahkan pada seorang ulama yang bernama Aristo atau lebih dikenal dengan nama Aristoteles. Aristo adalah salah seorang santri
Syech Aflathon atau lebih dikenal dengan nama Plato.
Aristo mau menerima anak raja tersebut dengan syarat dibuatkan semacam
asrama (Ponpes) yang dalam bahasa Yunani disebut pondokeon.
Masya Allah, tahukah Anda reputasi
Kyainya Aristo (Aristoteles) yaitu Syech Aflathon (Plato)?
“Aku
bertemu dengan Plato yang dituduh kafir oleh ahl al-dlohir. Aku melihatnya
dalam suasana alam gaib yang dipenuhi dengan cahaya yang terang benderang. Aku
melihatnya dalam suatu tempat yang tidak dimiliki kecuali oleh para
kekasih-kekasih Allah. Aku bertanya kepadanya : “Siapakah anda ?” ...“
begitu kesaksian Imam al-Jilli (penyarah kitab Futuhat) kepada
Plato, guru Aristoteles.
"...ولقد اجتمعت بأفلاطون الذى يعدونه اهل الظاهر كافرا فرأيته
وقد ملأ العالم الغيبي نورا وبهجة ورأيت له مكانة لم
ارها الا لاحاد من الاولياء ز فقلت له : من انت ؟ قطب الزمان و واحد الاوان ...".
الإنسان الكامل في معرفة الأواخر والأوائل
– ص:۱٨٨ - عبد الكريم الجيلي دار الكتب العلمية - بيروت
۱٤۱٨
Demikianlah, maka anak Raja Philips II yang
bernama Iskandar itu
dipondokkan di Pesantren yang diasuh oleh Kyai Aristoteles.
Setelah dinyatakan lulus maka saatnya Iskandar mengganti tahta ayahnya dan
berjuluk Dzu al-Qarnain atau Zulkarnain.
Pada suatu hari, Raja Iskandar Zulkarnain
melakukan “blusukan” ke
pedalaman. Dia melewati perkampungan yang sama sekali tidak memiliki fasilitas
yang menunjang kemakmuran duniawiyahnya. Penduduk kampung tersebut menjadikan
rumput dan tumbuh-tumbuhan sebagai makanan pokok. Anehnya, mereka membuat
pemakaman pada setiap halaman rumah. Bahkan, yang belum meninggal pun
telah dipersiapkan galian liang lahat yang dibiarkan menganga. Setiap hari,
mereka membersihkan dan menziarahi kuburan tersebut.
Diatas kuda yang gagah dan dihiasi berbagai
asesoris keagungan seorang raja serta pakaian yang indah dan anggun, sang raja
kemudian mengutus pengawalnya memanggil salah satu penduduk kampung itu untuk
menghadap kepadanya. Tetapi, tidak ada satu pun penduduk yang menghiraukan
panggilan rajanya. Raja Iskandar kemudian turun dari kuda dan menemui sendiri
penduduk kampung.
“Bagaimana keberadaan kalian?
Tidak ada sedikit pun emas dan perak di kampungmu. Begitu juga makanan dan
kenikmatan-kenikmatan yang lain.” Raja Iskandar bertanya.
“Kami tidak mengumpulkan harta dunia dan
kenikmatannya karena tidak dapat mengenyangkan siapa pun” jawab salah seorang
penduduk.
“Mengapa kalian menggali kuburan di depan
rumah-rumah kalian?” tanya Raja Iskandar lagi.
“Kami gali kuburan di depan
rumah kami supaya selalu dapat terlihat di mata kami, sehingga kami mudah
mengingat kematian dan meredam nafsu duniawiyah. Dan sehingga hati kami tidak
terlena untuk istiqomah beribadah kepada Allah swt.” jawab mereka.
“Kenapa kalian menjadikan rumput sebagai
makanan pokok kalian?” tanya Raja Iskandar selanjutnya.
“Supaya perut kami tidak menjadi kuburan
bagi hewan-hewan, dan karena lezatnya makanan itu tidak akan sampai melewati
tenggorokan.” jawab mereka.
Kemudian salah seorang penduduk masuk ke
dalam rumah dan keluar membawa dua tengkorak kepala manusia. Dan menyodorkan
salah satunya di hadapan Raja Iskandar. Penduduk itu berkata ;
“Wahai Raja Iskandar, tahukah paduka milik
siapakah tengkorak yang ini?. Tengkorak ini adalah milik seorang raja
dahulu yang kejam terhadap rakyatnya. Raja itu mengumpulkan harta dunia yang banyak.
Kini telah meninggal dan nerakalah saat ini tempatnya”.
Tengkorak yang lain pun kemudian disodorkan kepada
Raja Iskandar dan berkata ;
“Tahukah wahai Raja Iskandar, pemilik
tengkorak yang ini?. Dia adalah raja yang lemah lembut, sayang dan adil
terhadap rakyatnya. Kini jelas telah wafat dan surgalah tempatnya.”
Penduduk itupun mendekatkan kedua tengkorak
itu ke kepala Raja Iskandar, dan berkata;
“Wahai Raja Iskandar, lebih mirip mana
tengkorakmu? Apakah lebih mirip raja yang kejam ini atau Raja yang adil dan
kasih sayang terhadap rakyatnya yang ini?”.
Raja Iskandar Zulkarnain pun kemudian
menangis sejadi-jadinya, dan berkata;
“ Sungguh sebagai raja Aku tidak akan kejam
dan menumpuk harta dunia. Sebab semua orang akan jadi musuhku karena harta
benda dan kekuasaan. Dan Semua manusia akan menjadi sahabatku dengan qana’ah
dan kefakiranku.(semoga Allah meridhai-ku).”
Wallahu
A’lam
Dikutip dari Kitab Nashihat al-Muluk Karya Imam al-Ghazali
Oleh : Saifurroyya
Sumber : KH.
Ubaidillah Shadaqah
Kunjungi :