Hadits tentang keutamaan berangkat Jum’atan (shalat Jum’at) lebih awal barangkali tidak asing lagi di telinga masyarakat. Siapa yang tidak ingin mendapat pahala layaknya pahala bersedekah dengan unta, sapi atau kambing? Namun, karena satu dan sekian hal, seseorang terpaksa berangkat Jum’atan agak terlambat. Hingga khatib sudah berada di mimbar terkadang ia baru tiba di masjid. Ada anggapan di sebagian masyarakat bahwa orang yang tiba di masjid setelah khatib naik mimbar tidak mendapat pahala Jum’atan. Benarkah anggapan demikian?
Keberangkatan awal menuju tempat Jum’atan adalah hal yang dianjurkan agama. Rasulullah mengklasifikasi hingga lima kelas pahala jamaah Jum’atan sesuai tingkat kedisiplinan berangkat di tempat Jumatan.
Nabi bersabda:
“Dari sahabat Abi Hurairah, Nabi bersabda: Apabila tiba hari Jum’atan, para malaikat berdiri di atas pintu masjid, mereka mencatat orang yang berangkat awal kemudian yang berangkat awal berikutnya. Perumpamaan orang yang berangkat awal menuju masjid seperti orang yang bersedekah unta, kemudian sapi, kemudian kambing, kemudian ayam jago, kemudian telur. Apabila imam (khatib) telah keluar (naik mimbar), maka para malaikat melipat buku catatan mereka dan bersama-sama mendengarkan khutbah.” (HR. Bukhari).
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya dan Imam Muslim di dalam kitab Shahih-nya dari haditsnya Yunus bin Yazid dari al-Zuhri. Al-Baihaqi juga menulis hadits tersebut dalam Sunan Kubra.
Barangkali anggapan di atas mengacu kepada redaksi:
“Apabila imam (khatib) telah keluar (naik mimbar) maka para malaikat melipat buku catatan mereka dan bersama-sama mendengarkan khutbah.”
Bila yang dimaksud tidak mendapat pahala Jum’atan adalah pahala yang berkaitan dengan keutamaan berangkat awal, maka anggapan tersebut bisa dibenarkan. Namun jika sampai dipahami mutlak, sama sekali tidak mendapat pahala shalat Jum’atan, mendengar khutbah dan lain sebagainya, maka anggapan tersebut tidak tepat.
Beberapa pensyarah (komentator) hadits di atas menegaskan bahwa yang dimaksud malaikat melipat buku catatan adalah hanya berkaitan dengan pahala khusus dari keberangkatan awal menuju masjid. Sedangkan untuk pahala Jum’atan yang lain, seperti mendengar khutbah, dzikir, khusyu’ dan lain sebagainya tetap bisa dicatat pahala oleh malaikat petugas pencatat amal kebaikan.
Pakar hadits ternama, Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan:
وَالْمُرَادُ بِطَيِّ الصُّحُفِ طَيُّ صُحُفِ الْفَضَائِلِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالْمُبَادَرَةِ إِلَى الْجُمُعَةِ دُونَ غَيْرِهَا مِنْ سَمَاعِ الْخُطْبَةِ وَإِدْرَاكِ الصَّلَاة وَالذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ وَالْخُشُوعِ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَإِنَّهُ يَكْتُبهُ الْحَافِظَانِ قَطْعًا
“Yang dikehendaki dengan dilipatnya buku catatan adalah melipat keutamaan-keutamaan yang berkaitan dengan mempercepat menuju Jum’atan, bukan hal lain berupa mendengarkan khutbah, menemui shalat Jum’at, berdzikir, doa, khusyu’ dan lain sebagainya, sesungguhnya hal tersebut dicatat dua malaikat penjaga secara pasti.” (Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, juz 2, hal. 367)
Penjelasan senada disampaikan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad al-Qasthalani di dalam Irsyad al-Sari ‘Ala Syarhi al-Bukhari, Syekh Muhammad bin Abdul Baqi al-Zurqani al-Mishri dalam Syarh al-Zurqani ‘ala al-Muwattha’ dan Syekh Ubaidillah bin Muhammad al-Rahmani dalam Mir’at al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih.
Walhasil, tiba di masjid setelah khatib berada di mimbar tetap mendapat pahala Jum’atan, namun tidak mendapat pahala istimewa berangkat Jum’atan awal. Semoga kita tergolong orang yang diberi kesempatan dan taufiq untuk berangkat Jum’atan lebih awal.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!