Kyai Musa atau Kyai Musa Bobos adalah salah satu ulama besar Kaliwungu pada sekitar tahun 1800-an. Sebagian versi menjelaskan bahwa nasab beliau sampai pada Kyai Ageng Tarub/Joko Tarub. Sebagian versi lagi menyatakan sampai pada Adipati Djiwosuto (Bupati Jepara ke-1). Beliau adalah putra dari Kyai Qomaruddin (Penghulu Kadipaten Kaliwoengoe). Beliau memiliki 19 anak dan 4 istri (1 istri tidak memiliki anak). Sebagian besar putra-putra beliau menjadi ulama besar di Kaliwungu dan sekitarnya, seperti; KH. Abdurrahman, KH. Chasan, KH. Abdurrasyid, KH. Irfan, KH. Ridwan, KH. Isa, KH. Abdullah Wiryodikromo, KH. Muhsin, KH. Abdul Hamid (Kendal), KH. Idris (Kendal) dan lain-lain. Beliau pernah berguru atau nyantri di Ponpes asuhan KH. Asy’ari
atau lebih dikenal dengan sebutan Kyai Guru.
Baca: Biografi KH. Irfan bin Musa
Disamping
pernah berguru pada Kyai Guru, Kyai Musa juga pernah di bai’at Thariqah
as-Syathariyah oleh Kyai Guru selaku Khalifah Thariqah as-Syathariyah.
Jadi, Kyai Musa merupakan ulama yang ‘alim juga pengamal Thariqah
as-Syathariyah. Dengan didikan dan bimbingan langsung Kyai Guru itulah, Kyai
Musa menjadi sosok ulama yang disegani oleh masyarakat Kaliwungu.
Seperti
dijelaskan dalam sejarah, bahwa kedatangan Kyai Guru ke Kaliwungu adalah
perintah dari Sultan Mataram Islam Jogja sekitar tahun 1781-an. Kyai Guru
merupakan ulama Dalem Keraton Kasultanan Mataram Islam Jogja dan pernah menuntut ilmu di kota Mekah selama puluhan
tahun. Dari pengalaman di kota Mekah dan kedalaman ilmu Kyai Guru itulah yang
mendorong Sultan Mataram Islam Jogja pada waktu itu mengutus Kyai Guru untuk
berdakwah dan memperbaiki tatanan kehidupan di salah satu wilayah kekuasaan
Kasultanan Mataram Islam Jogja, yaitu Kaliwungu.
Misi dari
kedatangan Kyai Guru ke Kaliwungu untuk berdakwah dan membenahi masyarakat
Kaliwungu yang pada waktu itu masih banyak yang menganut ajaran Animisme, Hindu
dan Budha. Setelah bertahun-tahun berdakwah di Kaliwungu, akhirnya Kyai Guru
berhasil meng-Islamkan dan membenahi keadaan masyarakat Kaliwungu yang dulunya
menganut ajaran Animisme, Hindu dan Budha menjadi masyarakat yang lebih Islami
dengan balutan budaya Jawa yang dibawa dari daerah asal Kyai Guru, yaitu Jogja.
Bahkan Kyai
Guru dapat mendirikan Masjid dan Pesantren di Kaliwungu. Masjid yang dibangun
oleh Kyai Guru sampai sekarang masih berdiri megah di jantung kota Kaliwungu,
tepatnya di depan alun-alun Kawedanan Kaliwungu, yaitu Masjid Besar
Al-Muttaqien. Adapun Pesantren yang didirikan Kyai Guru berada di Kp.
Pesantren, Krajankulon, Kaliwungu, yang sekarang bernama Asrama Pelajar Islam
Pesantren atau Ponpes APIP.
Baca juga: Biografi KH. Asy'ari (Kyai Guru)
Diantara
santri Kyai Guru yang menjadi ulama besar adalah; KH. Soleh Darat Semarang, KH.
Musa (Kyai Musa) Kaliwungu, KH. Ahmad Rifa’i Kendal, KH. Bulkin Mangkang, KH.
Anwaruddin Cirebon dan lain sebagainya.
Kyai Musa
merupakan satu dari beberapa santri Kyai Guru yang meneruskan perjuangan
gurunya untuk berdakwah dan mensyi’arkan ajaran Islam di Kaliwungu. Dengan
didikan dan bimbingan dari Kyai Guru itulah, sosok Kyai Musa menjadi ulama yang
bisa mengembangkan nilai-nilai Islami di Kaliwungu. Dari mulai budaya santri
sampai budaya Jawa yang diakulturasi menjadi Islami, seperti budaya rebo
pungkasan, weh-wehan, muludan, rajaban, terbangan,
bari’an, tedhak siti, mitoni, bubur syuronan dan
lain-lain.
|
Silsilah Kyai Musa Bobos |
Jasa Kyai
Musa tidak hanya melestarikan apa yang diajarkan gurunya tentang ilmu agama dan
akulturasi budaya Jawa dengan Islam saja. Namun, Kyai Musa juga melahirkan dan
menurunkan generasi-generasi atau putra-putra yang hampir seluruhnya menjadi
ulama di Kaliwungu. Diantara putra-putra Kyai Musa yang menjadi ulama adalah :
1.) KH.
Abdurrasyid (mempunyai putra; KH. Ahmad Badawi, KH. Utsman dll.)
2.) KH.
Irfan (mempunyai putra; KH. Humaidullah, KH. Ibadullah, KH. Ahmad Dum dll.)
3.) KH.
Abdullah (mempunyai putra; KH. Ahmad Ru’yat dll.)
4.) KH.
Ridwan (mempunyai putra KH. Asror dll.)
Dan masih
banyak lagi keturunan Kyai Musa yang menjadi ulama di Kaliwungu maupun di
daerah lainnya.
Sampai
sekarang, jasa-jasa dan pengabdian Kyai Musa masih dirasakan oleh santri dan
masyarakat Kaliwungu. Karena, dengan dakwah dan usaha yang dilakukan oleh Kyai
Musa dan gurunya itulah, kota Kaliwungu menjadi kota yang bernuansa Islami
dengan berdirinya puluhan Pesantren dan Madrasah. Maka tidak mengherankan
apabila di kemudian hari Kota Kaliwungu lebih dikenal dengan nama Kota Santri.
Wallahu
A’lam
Disusun Oleh
Saifurroyya Dari Berbagai Sumber
ADS HERE !!!