Bangsa ini kembali berduka karena kehilangan sosok ulama kharismatik, yang sosoknya menjadi peneduh umat, penuh dengan keterusterangan sikap dan ucapan. Ialah Mbah KH. Chabibullah Idris, yang dipercaya menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah dan aktif melayani umat tanpa henti. Mbah Habib meninggal dunia pada Sabtu (23/12/2017) sekitar pukul 02.30 di Rumah Sakit Islam (RSI) Wonosobo.
Mbah Habib merupakan putra KH. Idris yang turut serta merumuskan naskah Resolusi Jihad 21-22 Oktober 1945. Tak heran darah perjuangan terus mengalir pada sosok ulama Kabupaten Wonosobo ini.
Di antara deretan ulama di Tanah Air, nama Mbah Chabibullah Idris tentulah bukan nama yang asing. Ulama asli Wonosobo ini adalah sosok yang penuh dengan keterusterangan sikap dan ucapan. Ia merupakan salah seorang ulama yang menonjol sekaligus unik.
Menurut penuturan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Wonosobo, Ngarifin Siddiq, selain lugas dalam berbicara dan sering diselingi nada humor, Mbah Habib berani melawan yang dianggapnya tidak benar. Ia juga mempunyai rasa yang sangat tresno terhadap umat. Dengan keteguhan jiwa orang yang menemukan dirinya sendiri, Mbah Habib menjadi sangat dihormati semua orang, dicintai santri-santrinya, disegani kawan-kawannya.
Meskipun demikian, kehidupan Mbah Habib bisa dibilang sangat sederhana. Kesederhanaan hidupnya menjadi contoh bagi setiap orang yang kekurangan, akibat terpaan berbagai cobaan hidup. Bagi orang yang dalam kondisi kecukupan atau berada, Mbah Habib menjadi sosok lembaran yang harus ditiru dalam kesederhanaan. Berpuluh-puluh tahun, ia mendampingi ulama besar Allahuyarham Mbah KH. Muntaha, ulama kharismatik yang melahirkan karya Al-Qur’an Akbar.
Sikap pendampingan sepenuh hati dan jiwa terhadap ulama besar tersebut disebutkanya, hidmah. Hidmah itu ia lalui dengan sepenuh keikhlasan. Suka duka ia lalui demi hidmahnya kepada Mbah Muntaha atau karib dengan sapaan Mbah Mun. Ia sungguh sosok santri yang begitu tawadlu. Agaknya, semua manifestasi lahiriah tersebut merupakan penyingkapan dari proses penyerbukan panjang benih-benih ruhaniah religius Mbah Habib.
Bagi masyarakat, keberadaan Mbah Habib merupakan magnet, sekaligus semen perekat yang membuat kohesivitas sosial dan benar-benar menjadi strum dalam kehidupan sosial. Dalam realitasnya, memang secara gemilang telah melahirkan sebuah religius Al-Quran sebagai motornya. Dalam etape pengabdiannya, ia sangat ikhlas, tulus dan tanpa pamrih dalam pengabdiannya. "Banyak kalangan hormat terhadapnya," tutur Ngarifin.
Karena itu, pantas jika banyak kalangan berebut mendatangi rumahnya, mulai rakyat biasa hingga para pejabat sowan kepadanya untuk mencium jemari tangannya, untuk meminta sekedar nasehat atas pemecahan berbagai belitan masalah yang melilit. Tatapan matanya yang teduh, raut muka yang teduh serta tutur katanya yang menyejukkan dan sering dibumbui dengan nada humor, seakan membasuh pekarangan batin umat yang kering kerontang.
Akhlak kekyaiannya untuk menyantuni segenap lapisan masyarakat yang tidak mampu, tidak pernah lekang dalam ruas-ruas perjuangan Mbah Habib. Penyerbukan panjang itu ia lalui, sewaktu ngaji di banyak pesantren, salah satunya di Pesantren Krapyak Yogyakarta, menjadi anggota DPRD dari partai NU, dari PPP dan pernah pula dari Partai Golkar. Menjadi salah seorang pendiri IIQ yang kini menjadi UNSIQ dan berbagai lembaga mulai dari ekonomi, kesehatan dan lainmya.
Mbah Habib merupakan salah satu motor penggeraknya. Kabarnya, kemanapun Mbah Mun pergi, hampir dipastikan ia selalu mendampingi. Hal ini memang karena keinginan Mbah Muntaha sendiri. Mulai dari pejabat setingkat lurah, bupati, gubernur, para menteri dan presiden, serta banyak kunjungannya ke luar negeri, semua ia lakukan untuk mendampingi Mbah Mun. Secara epistimologi, Mbah Habib merupakan orang yang corak pemikirannya radikal.
Ia menggugat tatanan masyarakat dengan menawarkan perubahan total, memasuki pengembaraan spiritual, sehingga melahirkan paradigma baru untuk mengubah total kehidupan masyarakat. Hal ini yang menempatkannya pada 'maqom' tertentu dalam tasawuf. Mbah Habib merupakan ulama multidimensi yang mempunyai segudang ide dan pemikiran cemerlang yang bisa dijadikan sebagai pelajaran bagi kita, umat yang masih sangat haus akan pengetahuan keislaman dan keilmuan lain.
Menurut catatan Sekretaris Lembaga Pendidikan Maarif Wonosobo, Rohani, Mbah Habib sangat aktif di organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Ia aktif sejak 1962 hingga akhir hidupnya. Pengurus dan warga NU Wonosbo dibuat kagum dan takjub, karena sebegitu cintanya ia terhadap NU dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), meskipun dalam kondisi sakit dan dirawat di RSI Wonosobo, ia meminta agar dokter mencopot infusnya guna menghadiri dan memberikan sambutan pada Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab NU) pada Minggu (17/12) dan kembali melakukan perawatan di rumah sakit tersebut.
Sumber: suaramerdeka.com