Habib Ali bin Abdullah Al-Hamid terhitung masih keponakan Habib Sholeh Tanggul, Jember. Beliau meninggal secara syahid di usia muda, sekitar 32 tahun, setelah diculik dan dieksekusi mati oleh kawanan PKI di kawasan hutan Kumitir, sekitar tahun 1965. Hutan itu jadi saksi bisu kekejaman PKI kepada para ulama.
Setelah ditembak mati, jasad Habib Ali Al-Hamid pertama kali ditemukan oleh perempuan paruh baya yang sedang mencari kayu bakar. “Ono wong mati Arab, ono wong mati Arab, ono wong mati Arab,” teriak perempuan itu sambil berlari memberitahu suami dan warga lain di sekitar hutan. Anak saksi hidup yang menemukan jasad Habib Ali Al-Hamid masih ada hingga tulisan ini dibuat.
Habib Ali bin Abdullah Al-Hamid pada waktu itu adalah Ketua GP Ansor Jember. Tragedi pembunuhan bermula dari kunjungan seorang tamu yang memberitahukan kalau jamaah dan santri beliau, saat itu, tengah ditangkap dan diamankan di kantor kepolisian setempat.
Mendengar kabar mengejutkan tersebut, Habib Ali langsung berkemas menuju kantor kepolisian untuk memastikan kebenaran informasinya, karena memang saat itu situasi negara sedang tidak menentu. Tidak aman dan tidak kondusif.
Di tengah perjalanan, ternyata Habib Ali Al-Hamid diculik oleh gerombolan PKI, lalu diseret ke Gunung Kumitir atau Gunung Mrawan, yang terletak di perbatasan antara Jember dan Banyuwangi, Jawa Timur. Tamu tersebut ternyata adalah suruhan PKI.
Di lokasi yang telah ditentukan itu, Habib Ali Al-Hamid hendak dieksekusi tembak oleh komplotan kejam PKI. Namun, peluru yang dihujamkan berkali-kali oleh PKI tidak mempan menembus dada sang habib. Habib Ali Al-Hamid ternyata memiliki karomah kebal senjata. Tidak mempan senjata tembak.
Pusing, tim eksekutor mengancam habib, yang isinya “Jika pelurunya tidak tembus, maka, istri, anak dan semua keluarganya akan dibantai habis oleh PKI”. Dengan pelbagai pertimbangan, Habib Ali Al-Hamid akhirnya hanya tersenyum dan menyerah, bersedia ikhlas dieksekusi mati.
Namun, sebelum ditembak, Habib Ali bin Abdullah Al-Hamid berpesan agar setelah wafat nanti, jasadnya tidak dicampur dengan yang lain, sebagaimana kebiasaan PKI yang menumpuk mayat korbannya saat itu pasca eksekusi. Habib minta jasadnya disendirikan.
Sebelum ditembak, Habib Ali Al-Hamid mohon ijin untuk melaksanakan ibadah shalat sunnah dan berdoa. Usai shalat, habib memasrahkan dirinya ditembak demi menyelamatkan keluarga, para pengikut serta santri dan jamaahnya. Atas kehendak Allah, peluru akhirnya bisa tembus dan Habib Ali Al-Hamid wafat dalam keadaan syahid di tangan PKI.
|
Habib Ali bin Abdullah Al-Hamid |
Riwayat pembunuhan ini menjadi gamblang dan terang sejak ada seorang laki-laki tua yang ziarah ke makam Habib Ali Al-Hamid lalu menangis sejadi-jadinya di sana. Sekitar tahun 2000-an. Ia datang ke makam untuk meminta ampunan dan mohon maaf kepada habib beserta seluruh keluarganya karena telah menembak mati sang habib.
Ia datang ziarah setelah merasakan kalau hidupnya tidak tenang dan dirundung penyesalan tanpa akhir. Kepada keluarga, ia menceritakan kronologi tragedi tersebut dari awal hingga akhir. Keterangan yang didapatkan, menyebutkan kalau laki-laki itu adalah seorang muslim yang terpaksa menuruti perintah PKI untuk menembak Habib Ali Al-Hamid.
Saat eksekusi, katanya, telinga kiri laki-laki itu sudah dicung senapan oleh anggota PKI. Jika dia tidak menembak habib, maka peluru di senapan yang dekat telinganya tersebut akan segera menyasar kepalanya sendiri. Karena takut atas ancaman tersebut, terpaksa dia mengeksekusi tembak Habib Ali Al-Hamid.
Wallahu A’lam
Sumber: dutaislam.com
ADS HERE !!!